Halaman:Amai Cilako.pdf/18

Halaman ini telah diuji baca

Sutan Djamaris lalu bertanya, “Kemanakah ibu kita?” Menjawab Sutan Sati, “Beliau pergi meminta obat, ke rumah Inyik Maiti.” Lalu menjawab pula Sutan Djamaris, “Kalau ke situ meminta obat, Insya Allah akan ada ansurannya, banyak orang nan telah sembuh, obat beliau memang mujarab.” Akan halnya si Upik, sudah sebulan tergeletak, banyak dukun nan telah mengobati, dukun nan jauh dan dekat, juga sudah diturut, dimana-mana dukun nan pandai, sudah dipanggil untuk mengobati si Upik, segala kehendak dukun dipenuhi semua, hingga beribu habis uang, di pinggang suaminya, untung suaminya giat pula berkerja.

Sedang mereka duduk bersama, menjaga si Upik nan sedang sakit, si Rombok ke rumah, membawa bermacam macam obat, begitu datang Rambok langsung duduk bersimpuh, Diremasnya daun paku ransam diremasnya pula pisang kelat, cukup dengan sitawa dan sidingin sikumpai cikaraunya, maka direndamlah beras pulut, kunyit damar kemiri, lalu disaring dan diminumkan. Semuanya dibarutkan ke badan si Upik, setelah itu disemburkan cabe rawit, kemudian badan si Upik, diasapi dengan kemenyan putih, usahkan sakit nan akan sembuh, malah bertambah letih, badan si Upik jadinya, maka berkatalah si Rombok mandehnya si Upik, “Rupanya obat tidak mujarab, orang nan melihat semakin cemas, si Upik tidak tahu dengan dirinya lagi.” Sedih hati si Rombok mandeh si Upik, dipangku anak ditangisi, di hari itu juga, ajal sudah bilangan sampai, maka berpulanglah si Upik ke rahmatullah, tidak terkira ratap mandenya, si Minah menangis meratapi, adik kandung belahan badan, “Kita berdua tinggal seorang, dengan siapa saya ditinggalkan.

Mendaki ke Sungai
Buluah Ke kiri jalan ke seberang;
Dimana hati tak akan luluh
Badan berdua tinggal seorang.”

Meratap si Rombok mandehnya si Upik, diremas perut dikempiskan, memukul-mukul perut, makin disabarkan makin, berbuah-buah ratapnya.

7