Halaman:Amai Cilako.pdf/24

Halaman ini telah diuji baca

Semenjak Salima beranak enam, anak bersusun seperti paku, untung pula mandeh datang, mandeh kandung Salima, nan bernama si Timah Tanjung, selama mandehnya tinggal di Medan, hampir tidak pernah tidak bekerja, menghentikan tangan, selepas memasak langsung menggulai lalu mencuci setinggi duduk, bila ke berbelanja pekan anak digendong di bahu, tidak dapat duduk walau sejenak, seperti sudah jadi pesuruh saja, terasa sekali manfaat nasi sepiring hasil kerja keras dan membanting tulang, begitu berat pekerjaan, namun apalah daya karena sayang kepada anak dan cucu, pekerjaan berat disangka ringan, sementara Salima duduk saja di tokonya karena pandai jual-beli.

Akan halnya si Rombok, dilihat istri anaknya makin kaya, bergantungan ringgit di lehernya, hati menjadi tidak senang, dia mulai menyindir berkias, membanding menantu serta mandeh Salima, nyata anaknya ada enam, anak makan dihidangkan, dia ikut pula makan dihidangan, tidak kasihan sama menantu, patutlah si Bujang jadi sengsara, selalu berbaju usang, seperti memikul buluh dengan uratnya, banyak sekali kias dan banding, kucing ke rumah juga jadi kias, juga benci kepada cucunya, salah sedikit kena ceramah, akan halnya si Timah, bagikan digores dengan sembilu, mulut besannya tajam bagai pisau, ditahan hati dengan malu, agar tak terdengar oleh menantu, orang yang ada ditunjuk ajari, tidak seperti Rombok, perempuan bermulut kasar juga serakah.

Tidak tahan dengan kata dan laku si Rombok, berjalanlah si Timah mandeh Salima, ke rumah anaknya yang satu lagi, anaknya tinggal di Belawan, sepeninggal mandehnya sempit hati Salima, tidak tahu mana yang akan dikerjakan, memasak atau menggulai ke dapur, belanja ke pasar sambil, menggendong anak di belakang, kain banyak nan kotor, mencuci bertumpuk-tumpuk, jualan di pasar tinggal pula, suami tidak pula pandai berhitung, tidak sekolah ketika kecil, banyak rugi daripada laba, nan telah ada mulai tercecer, nan dikejar tidak pula dapat, hati sempit pikiran keruh, si Rombok menyusahkan pula, anak dihasut tiap sebentar, dihasut dan difitnahkan, tiap hari menyuruh anak bercerai dengan istrinya, digantikan dengan istri yang lain, begitu kata si Rombok.

13