Halaman:Amerta - Berkala Arkeologi 1.pdf/28

Halaman ini tervalidasi
16. Penggalian Sebuah Bukit Kuburan, Kakarangan, Sulawesi Selatan.

sama-sama dalam rumah-rumah panggung yang besar dan persegi panjang. Selanjutnya mereka telah pandai membakar periuk belanga, tapi belum dengan mempergunakan roda landasan. Pakaian mereka dibuat dari kulit kayu. Rumah-rumah dan perkakas rumah mereka seringkali digambari dengan hiasan-hiasan geometris yang indah. Memang banyaklah bekas yang mereka tinggalkan. Para petani seringkali menemukannya selagi membajak. Maka dianggapnya barang itu mempunyai tenaga gaib dan beliung-beliung batu yang berbentuk persegi dan telah diupam itu dinamakan "gigi guntur".

Zaman ini adalah yang paling penting untuk perkembangan kebudayaan selanjutnya di Indonesia, oleh karena menjadi dasar pembentukan kemasyarakatan pada masa kini. Penyelidikan dengan penggalian masih terlalu sedikit dilakukan. Hanya beberapa saja di Jawa dan Sulawesi. Sebab-sebabnya maka demikian ialah kenyataan bahwa tempat-tempat kediaman itu sukar sekali diusutnya. Di daerah-daerah yang kaya akan bahan-bahan batu seperti di Gunung Sewu terdapat banyak tempat-tempat guna pembikinan alat-alat batu seperti kapak-kapak dan ujung-ujung panah.

Agaknya setelah kebudayaan ini, Indonesia tidak mengenal zaman perunggu yang sesungguhnya. Sebab sangat segera disusul oleh zaman besi. Maka dari itu lebih baik untuk mengatakan zaman Logam Tua yang mengenal alat-alat dari perunggu maupun dari besi. Tetapi hal ini tidak mengurangi kenyataan bahwa pengaruh-pengaruh zaman perunggu dari Indo Cina dan Tiongkok Selatan sangat mendalam sekali dan sampai kini masih seringkali nyata pada seni hias zaman sekarang. Hasil-hasil yang tertua dari zaman perunggu itu tak terdapat di negeri ini. Sekonyong-konyong kita melihat benda-benda perunggu yang indah-indah, kapak sepatu, ujung lembing, nekara, dan monumen-monumen megalithikum. Pun pahatan-pahatan indah dari kayu dan batu. Kita dapat membedakan dengan nyata dua corak dalam kebudayaan ini; yang monumental dan yang ornamental. Keduanya berlainan asalnya.

Sebagaimana dapat nyata dengan jelas maka di Indonesia kebudayaan itu dapat berkembang dengan sesubur-suburnya di tempat-tempat yang mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan hubungan kebudayaan. Sebaliknya di daerah-daerah pedalaman yang agak terpencil atau di pulau-pulau yang terpisah dan sukar dicapai, kebudayaan itu membeku. Untuk melepaskan suku-suku bangsa ini dari kedudukannya yang terpencil itu adalah suatu masalah yang dihadapi pemerintah Indonesia.

22