Halaman:Amerta - Berkala Arkeologi 1.pdf/32

Halaman ini tervalidasi
20. Prasasti Tahun 1351 M., Singosari.

perincian yang terkecil adalah penting sekali. Untuk pengertian kami dalam sejarah pembacaan kami sesuatu angka sebagai 8 atau 9 dapat merupakan satu perbedaan yang besar sekali.

Di samping itu foto pertulisan juga penting, tetapi kurang baiknya ialah karena huruf-hurufnya di batu, dipotretnya dengan pencahayaan khusus. Maka sebuah foto itu selalu agak subyektif, tetapi sebaliknya manfaatnya, ialah bahwa kami dapat memegangnya lebih mudah daripada sebuah cetakan kertas yang sangat besar.

Dengan syarat-syarat ini kami membuat transcriptie (salinan huruf) yang menerakan seseksama mungkin dalam tulisan biasa, apa yang terdapat di atas batu. Ini berarti, bahwa semua yang terbaca dengan nyata, disalinkan dalam tulisan biasa. Mana yang tidak begitu pasti, diberi tanda khusus.

Dengan demikian mulailah penyelidikan babak kedua. Kini kami berusaha untuk dapat mengerti dan menafsirkan tulisan yang telah terbaca. Pertulisan itu ada yang ditulis dalam Sanskrit, ada yang dalam Melayu kuno dan dalam Sunda kuno, yang terbanyak dalam Jawa kuno.

Pengetahuan kami tentang bahasa Jawa kuno itu baru sedikit belum berapa lengkap. Benar kami telah mempunyai bacaan yang luas sekali, terutama kekawin, tetapi sering tidak dapat menolong kami dalam bahasa penafsiran pertulisan-pertulisan itu. Pertulisan-pertulisan itu bahasanya sangat khusus. Kebanyakan adalah piagam-piagam resmi negara dengan pelbagai peraturan mengenai tanah, macam-macam pajak, macam-macam punggawa yang disebutkan menurut aturan, yang jauh berbeda dengan bahasa kakawin. Maka dengan demikian kami berhadapan dengan jumlah besar perkataan-perkataan yang tak terkenal atau perkataan-perkataan yang artinya di dalam Jawa kuno belum pasti. Karena itu kami dengan pelbagai syarat harus berusaha untuk menetapkan artinya yang tepat seseksama mungkin. Perkataan-perkataan yang sulit itu ternyata ada yang masih dipakai di Jawa di sesuatu daerah, ada yang telah lenyap dari bahasa Jawa sama sekali, tetapi masih ada juga kemungkinan besar, bahwa perkataan-perkataan ini masih terus hidup di dalam bahasa cabang Indonesia yang lain, misal di dalam bahasa Bali, Madura, atau Bugis. Dalam pada itu kami tentu harus berhati-hati betul, karena arti perkataan-perkataan itu sepanjang abad ke abad dapat sangat berubah. Maka kami membuat sebuah daftar kartu semua perkataan-perkataan yang sulit, di mana tertera dengan tepat tempat terdapatnya perkataan itu. Jika kami telah mengetahui apa kira-kira harus artinya sesuatu perkataan pada sesuatu tempat dari hubungan kalimatnya, maka kami memeriksa semua tempat-tempat lain yang terkenal dulu untuk mengetahui apakah penafsiran yang kami kira-kirakan juga tepat. Dan apabila artinya tidak sesuai dengan di tempat-tempat yang lain, maka kami harus memeriksa sekali lagi dengan seksama, apakah mungkin dapat terbaca lain. Lebih-lebih pada batu-batu yang telah usang atau rusak sekali (sayang sebagian terbesar dari seluruhnya) ternyata bahwa ada juga kemungkinan-kemungkinan lain. Malahan, jika pertulisan sama sekali tidak rusak, terdapatlah pelbagai huruf yang bentuknya sedemikian rupa pada tempat itu. Baru setelah itu kami dapat mengambil keputusan, apa arti yang tepat perkataan yang sulit itu. Dalam banyak hal artinya tetap belum pasti.

26