buat candi kecil terdapat juga dalam seni bangunan Jawa Timur dari abad ke-14. Biaro atau stupa-stupa kecil di Padang Lawas mungkin bertempat di atas batur pendopo, karena di Sitopayan dan di Hayuara ditemukan batu lapik di atas batur pendopo.
Tidak diketahui apa sebenarnya maksud stambha atau stupa kecil itu. Sebagai perhiasan di gunakan banaspati-banaspati yang tak berahang bawah yang sedang menggigit untaian bunga, dan seringkali tidak menggigit apa-apa. Sebuah lapik stambha dari Si Holdop, memperlihatkan banaspati-banaspati dengan tangan kanan terangkat di sampingnya.
Banaspati yang menggigit untaian bunga itu mengingatkan kepada seni pahat Jawa Tengah, karena juga di situ banaspati tidak berahang bawah dan seringkali menggigit bunga atau untaian bunga. Banaspati-banaspati lain di Padang Lawas tidak menggigit apa-apa, rupa-rupanya tidak mempunyai rahang bawah juga; hanya pada sebuah lapik di Padang Bujur tampak sebuah banaspati yang berahang bawah sebagai perhiasan.
Sebuah stambha itu dahulu bertempat di atas lapik, yang berbentuk bundar, segi empat, delapan segi, yang mendatar atau yang menjadi bantalan teratai. Lapik stambha di Si Joreng Belangah memperlihatkan wujud-wujud orang; yang tampak adalah: seorang yang memegang sebuah benda, mungkin bunga, seorang laki-laki yang bermain kendang, seorang perempuan yang sedang duduk antara daunan atau gelombang, seorang laki-laki yang memainkan sebuah rejong, yaitu sebuah alat musik yang terdiri dari sebuah kayu yang pada kedua belah pihaknya dipasangkan gong dari perunggu. Kemudian terdapat seorang laki-laki yang sedang menari dengan tangan kirinya terangkat.
Tentang rejong yang kami sebut tadi, dapat dikatakan bahwa alat musik semacam itu ada juga terpahat pada sebuah relief batur pendopo di Candi Panataran dan pada sebuah relief di Candi
34