Rabu, 10 Maret 1954
Kira-kira pk. 8, tanpa makan pagi (di pesanggrahan tak disediakan makan), kami menghadap Patih di kantor. Kepada kami diperkenalkan Wedana, Sdr. M. Yusuf Nasri, yang menaruh minat sangat besar terhadap sejarah dan kepurbakalaan,dan Camat, Sdr. M. Prie Thais yang akan mengantarkan kami ke Mandiangin dan Karang Brahi, dua tempat yang beliau kenal baik sekali.
Dari Sdr. Jusuf Nasri kami mendapat sebuah daftar benda-benda purbakala yang beliau ketahui di daerah Bangko, di antaranya beberapa megalith yang berukiran. Sayang bahwa tempatnya semuanya jauh, ada yang 50 dan ada pula yang 100 km, sedangkan jarak itu harus ditempuh dengan jalan kaki dan letaknya di dalam rimba, sehingga berhubung dengan waktu tak dapat kami kunjungi. Tetapi mungkin sekali megalith-megalith dalam daftar itu adalah yang sudah lama terkenal (G.H.K. de Bont: De Batoe's Larong (kist-stenen) in Boven-Jambi, Onderafdeling Bangko N.I.O.N. 17. 1922 p. 31-32; lih. jugaRing von Heine Geldern dalam Science and Scientists hal.....150).
Pun kami mendengar bahwa di Teluk Kuali (sebelah barat Muara Tebo) ada peninggalan purbakala yang disebut "Gedung." Karena letaknya dekat Rambahan, maka Gedung ini kami masukkan pula dalam rencana.
Kira-kira pk. 9 lewat kami menuju Mandiangin, diantarkan oleh Sdr. Camat. Sebelum keluar kota kami harus menyeberangi sungai Merangin. Kebetulan perahu pelayangan ada di seberang, dan kami harus menunggu lama. Untuk mengisi waktu maka kami jalan-jalan kian kemari di tepi sungai dan tak lama kemudian Sdr. Uka teriak kegirangan menemukan batu obsidian di dalam tanah tebing kali. Ternyata batu kecil itu adalah flake. Temuan ini menggerakkan kami berempat untuk mencoba untung pula. Dan sebelum kami dapat melayang, sudah terkumpul lebih dari 20 potong flakes kecil-kecil, yang serupa benar dengan flakes obsidian dari daerah Kerinci. Pun sepotong tembikar tak berhiasan ditemukan oleh
18