—62—
ketrangan dari si Isah, bahoewa itoe menoesia kedji tida daoe dateng-dateng lagi ka ia poenja tempat boeat tjari kesenangan doenia.
Ini hal membikin poetoes ia poenja harepan, dan membikin dan mendapet taoe, jang itoe anak moeda tiada tjinta padanja dengen sesoenggoenja dan ia tjoema di boeat permaenan aken poeasken napsoenja itoe orang doerhaka; tapi sekarang apa ia moesti bikin, kerna itoe hoekoeman soedah djato diatas dirinja![1]
Bebrapa kali ia soeroe orang pergi di roemanja ia poenja soewami boeat minta ia poenja pakean dan djoega minta toe orang soeroean sampeken ia poenja perkatahan boeat minta itoe soewami soeka ampoenken padanja dan soeka trima ia lagi di roemahnja sebagi istri.
Tetapi biar bagimana djoega di boedjoek, ‘ntjek Hwa Hin tida maoe trima lagi pada si Ros, satoe istri jang telah berhati serong, malahan ia soeda pergi ka Kongkoan boeat minta bertjere.
Pada soewatoe hari koetika si Ros berdiri bengong di depan pintoe, sembari mengawasin pada orang-orang jang Tiwat di itoe djalanan, ia poenja sorot mata telah djadi sedikit goeram oleh kerna aer-matanja ada berlinang-linang. Ia pikir, bahoewa dirinja tentoe bakal djadi sangsara, djika ia tida lekas ikoet orang lagi. Boeat ikoet orang ini ada satoe pakerdjahan jang soeker, sebab kaloe satoe prampoean jang tida poenja soewami lantes pergi mengalajapana sana-sini, boeat toendjoeken roepanja jang tjantik, tentoe ia mendjadi tiada berharga lagi, sebab orang lelaki hargaken tinggi tjoema pada orang-orang prampoean, jang bisa simpen dirinja di dalem roemah dan menoenggoe
- ↑ Perboeatan saia tida bisa dibikin baek lagi, ibarat bras soeda mendjadi mati,