— 72 —
seperti sekarang. Kita poen tiada bisa tjeritaken, begimana besar kesenangannja dari ia orang, jang merasa dirinja seperti sedeng berada di dalem sorga. Pada orang-orang, jang soeda mengalamin djadi penganten, kita troesa toelis lebi pandjang tentang pengrasahan hatinja dari itoe doewa merpati : ia orang bole inget sadja pada itoe waktoe, koetika ia orang bole inget sadja pada itoe waktoe, koetika ia orang berada di atas pembaringan jang amat haroem baoenja di dalem kamar penganten jang terias amat inda . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Doea djem telah berselang itoe anak moeda laloe berpakean poelah aken brangkat poelang ka roemanja.
„Ach, Engko! Apa Engko sekarang maoe poelang!” menaja si Manis jang blon merasa poeas dengen kasenangan doenia.
„Ja betoel Na! kaloe Engko engga poelang, Engko poenja orang toea nanti djadi goesar, dan Engko poen nanti djadi berklai. sama Engko poenja bini. Kaloe Nona merasa kesepian soeroe sadja si Ijem temenin!”
Lantaran si Manis ada satoe prampoean moeda jang masi bodo, maka ia tida begitoe bisa adoe lida dan ambil hatinja ia poenja Baba aken boedjoek boeat menginep teroes sampe pagi.
Tetapi koetika itoe Baron soeda berlaloe, ia telah mendjadi sedi sekali dan soeda menangis tersedoe-sedoe, kerna ia pikir tjilaka sekali peroentoengannja, bahoewa baroe kawin doea djem Babanja soeda moesti tinggalken padanja.
Dengen toetoepken moeka sama bantal kepala ia menangis tida brentinja, hingga itoe tangisan soeda terdenger oleh itoe boedjang prampoean jang djaga padanja.
„Nona, djanganlah Nona kesel-kesel besok pagi djoega Baba nanti dateng lagi kamari! Masa dijadi apa si, kaloe Baba poelang djoega ini malem!”
Si Manis lantaran merasa maloe, maka ia tida bisa men-