Halaman:Angka Kematian Bayi dan Persoalan Kesehatan Ibu Hamil Dalam Budaya Madura.djvu/18

Halaman ini telah diuji baca

terhadap laki-laki, atau dalam hal ini suami mereka. Mereka 'harus rela' untuk tidak mendapatkan perawatan kesehatan ketika mereka sedang hamil, dalam proses persalinan, dan setelah proses persalinan. Posisi laki-laki Madura yang banyak mengatur terhadap perempuan tidak hanya berdampak pada kesehatan perempuan, namun juga memiliki dampak terhadap keselamatan jiwa perempuan dan anak yang sedang dalam kandungannya. Tidak mengherankan jika Madura memiliki angka kematian bayi yang begitu tinggi dan angka harapan hidup bayi yang rendah. Hal ini dikarenakan budaya Madura mempengaruhi berbagai keputusan yang diambil yang terkait dengan kehamilan.

Seorang perempuan, terutama yang tinggal di pedesaan, tidak memiliki banyak pilihan mengenai kesehatan mereka. Mereka tidak dapat mengajukan keberatan ketika hak mereka atas kesehatan yang lebih baik akhirnya harus hilang karena kekhawatiran suami atau ayah bahwa dokter yang memiliki kompetensi ternyata berjenis kelamin laki-laki. Mereka tidak dapat mengajukan keberatan jika ayah atau suami mereka memaksa mereka untuk melahirkan di rumah dan hanya ditolong oleh seorang dukun bayi dengan sarana kesehatan yang sangat minim. Mereka pun tidak dapat mengajukan keberatan ketika terjadi kematian anaknya karena kesalahan dukun dalam membantu proses persalinan, bahkan mereka tidak dapat mengajukan keberatan jika ternyata mereka menjadi korban karena proses persalinan terjadi pendarahan dan infeksi yang menyebabkan kematian mereka.

Tidak hanya secara fisik ketika dalam proses persalinan, mereka juga terbebani oleh tanggungjawab domestik yang menumpuk sehingga mereka terlalu lelah, dan akibatnya hal ini berpengaruh sangat besar terhadap bayi yang sedang dikandungnya. Tugas domestik tidak hanya dibebani ketika masa kehamilan, bahkan setelah melahirkan. Tugas-tugas domestik yang

Angka Kematian Bayi dan Persoalan Kesehatan Ibu Hamil dalam Budaya Madura

18