Halaman:Angka Kematian Bayi dan Persoalan Kesehatan Ibu Hamil Dalam Budaya Madura.djvu/8

Halaman ini telah diuji baca

bahkan jika dibandingkan dengan jumlah pasangan usia subur yang ada di masing-masing kabupaten. Di Kabupaten Sumenep misalnya, hanya terdapat 198 sarana kesehatan yang dapat melayani kelahiran (RSU, Puskesmas dan Pondok Bersalin), sedangkan di kabupaten tersebut terdapat pasangan usia subur yang mencapai 230.821 (Pemprov Jatim-BKKBN 2005), jika setiap pasangan melahirkan seorang anak dalam satu tahun yang sama, artinya terdapat 633 kelahiran setiap harinya, suatu jumlah yang sangat besar, dan hal ini hanya membutuhkan jumlah sarana kesehatan yang besar pula.

Namun persoalannya tidak lah semudah itu, penambahan jumlah sarana kesehatan yang diperkirakan dapat membantu menekan angka kematian bayi nampaknya tidak terlalu berhasil menekan angka kematian tersebut. Persoalan lain yang harus dipertimbangkan adalah kultur oreng Madura. Seringkali para ibu di Madura secara sengaja, dengan berbagai alasan, tidak datang ke rumah sakit atau pun pondok bersalin untuk melahirkan, melainkan mereka lebih memilih untuk datang ke bidan atau pun dukun bayi. Secara umum, bidan dan dukun bayi tidak pernah dihitung sebagai tenaga pembantu kelahiran, sehingga tidak terdapat data berapa banyak jumlah bidan yang ada di setiap kabupaten, demikian pula dengan dukun bayi.

Persoalan layanan kesehatan memang titik penting dalam membahas mengenai angka kematian bayi dan angka kematian ibu, mengingat layanan kesehatan menjadi hak bagi setiap warga negara, maka penyediaan layanan kesehatan menjadi prioritas utama pemerintah. Persoalannya, layanan kesehatan yang tersedia dalam berbagai varian tidak tersebar secara merata. Para tenaga medis tidak tersebar sehingga banyak masyarakat yang memilih tenaga non-medis untuk membantu persalinan mereka.

Angka Kematian Bayi dan Persoalan Kesehatan Ibu Hamil dalam Budaya Madura

8