Halaman:Angka Kematian Bayi dan Persoalan Kesehatan Ibu Hamil Dalam Budaya Madura.djvu/9

Halaman ini telah diuji baca

Mempercayakan Kelahiran, Kepada Siapa?

Pada umumnya, perempuan Madura tidak memiliki banyak pilihan pada siapa mereka akan meminta pertolongan ketika akan melahirkan. Persoalannya menjadi lebih mudah jika mereka datang ke RSU, Puskesmas atau pun ke pondok bersalin (demikian pula jika ke bidan yang terlatih). Pemerintah telah mencanangkan suatu program yang dikenal dengan MPS atau Making Pregnancy Safer, di mana pemerintah berupaya menekan AKB dan AKI dengan jalan mendorong masyarakat untuk memeriksakan kehamilannya sebanyak minimum empat kali dan pertolongan kelahiran yang ditangani oleh bidan atau tanaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan. Program MPS tersebut nampaknya tidak berjalan dengan baik, hal ini dapat dilihat dengan belum dilaksanakannya program ini di berbagai daerah (Rachman, 2007:45).

Pertolongan kelahiran menjadi persoalan yang krusial, tidak hanya karena pertolongan kelahiran membantu menekan angka kematian bayi, namun juga dapat menekan angka kematian ibu. Dalam laporan yang dirilis oleh SDKI (dalam Rachman, 2007:42-43), banyak ibu hamil yang memilih untuk melakukan persalinan di rumah dengan bantuan dukun atau pun ke tempat praktik dukun, meskipun mayoritas sudah beralih ke bidan untuk melahirkan, namun dukun sebagai tenaga pembantu persalinan masih banyak dibutuhkan. Data yang dirilis pun menampilkan suatu gambaran baru, yakni mereka yang datang ke dukun dengan prosentasi yang tinggi adalah mereka yang berusia kurang dari dua puluh tahun, dan mereka yang berumur 20-34 tahun cenderung untuk memilih bidan, sedangkan mereka yang berumur 35-49 memilih antara bidan dan dukun bayi dengan perbedaan prosentasi yang tidak terlalu besar (lihat Tabel 5.)

Angka Kematian Bayi dan Persoalan Kesehatan Ibu Hamil dalam Budaya Madura

9