Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/111

Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

Pun memberikan perhatian khusus, apalagi mengingat Darman menderita Polio semenjak kecil. Semua realitas kehidupan sosial itu kelak dinarasikan Darman Moenir dalam Bako, novelnya yang fenomenal.


Masyarakat Sawah Tangah sangat santun kepada Darman Sekeluarga. Meskipun hanya berstatus “orang menumpang”, mereka tidak merasa demikian karena ia sudah menjadi bagian dari komunitas Sawah Tangah. Meskipun secara matrilenal Darman, ibunya, dan Saudara-saudaranya adalah orang Parak Laweh Kota Padang, selama hidupnya Darman merasa dan mengaku hanya sebagai orang Sawah Tangah. Ia menjalani kehidupan sebagaimana “orang darek” pada Umumnya, mengikuti adat-istiadat dan tradisi yang berlaku di daerah Yang diyakini sebagai daerah asal kebudayaan Minangkabau tersebut. Ia sering mengikuti berbagai bentuk tradisi lisan yang mengandalkan dan memamerkan kepiawajan berpantun dan berdiplomasi, seperti pakolahan, pasambahan (tradisi lisan), dan pepatah-petitih yang Siadakan dalam berbagai upacara, seperti kelahiran, pernikahan, kematian, dan alek (pesta) nagari. Hal yang menarik bagi Darman adalah bahwa bentuk-bentuk tradisi lisan beserta upacara yang membingkainya Masih tetap dilakukan oleh masyarakat, meskipun dalam suasana perang Saudara PRRI sekalipun.


Darman tamat SMP pada tahun 1967. Setelah itu, ia memasuki Pendidikan menengah atas di SSRI (Sekotah Seni Rupa Indonesia) di Kota Padang. Sesungguhnya, Darman ingin bersekolah di SMA Negeri di Batusangkar, tetapi ayahnya menyarankan agar ia menekuni seni rupa Sesuai dengan bakatnya. Darman mengikuti keinginan ayahnya karena ia sendiri pun berkehendak berdiam di tempat yang lebih jauh dan ramai. Bersekolah di SSRI pada tahun 1967—1970 adalah langkah awal bagi Darman Moenir dalam berkiprah di dunia kesastraan. Meskipun Memasuki jurusan seni lukis, tetapi Darman malah menekuni penulisan Puisi dan karyanya itu dimuat di majalah sekolah.


Di sekolah itu pula Darman berkenalan dengan Wisran Hadi, Seorang budayawan Sumatra Barat yang menjadi gurunya di sana. Hubungan antara murid dan guru itu di kemudian hari membuahkan Dersahabatan akrab yang tetap terjalin utuh sampai akhir hayat, meskipun Waktu yang dilewati demikian panjang. Darman dan Wisran Hadi bersama-sama menjadi tokoh yang berperan aktif dalam kehidupan kebudayaan, khususnya kesusasteraan Minangkabau di Provinsi Sumatra Barat, Darman memiliki kesan sangat mendalam terhadap mantan

99