Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/117

Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

barangkali kata yang tepat digunakan jika penulis seperti Darman menuliskan “sesuatu” yang bukan dikenalinya sejak lama dan intensif.

Dalam menulis puisi, Darman mengakui bahwa ia terpengaruh gaya penyair lain, seperti Chairil Anwar dan Goenawan Mohamad, tetapi ia berusaha sekuat mungkin membebaskan diri dari bayang-bayang kedua penyair tersebut. Menulis puisi baginya adalah memindahkan yang ia ingat dan rasakan menjadi tulisan yang ia tidak ketahui bagaimana proses kata kata, larik-larik, dan bait-bait terangkai sehingga menjadi sebuah Puisi. Ia bisa saja menulis sajak berdasarkan keindahan alam yang memesonanya, lolongan anjing, suasana yang menggelitik atau mencekam, bahkan senyuman penuh makna yang ia renungkan sedalam- dalamnya.

Dalam menulis prosa, menurut Darman, ia terangsang oleh “sesuatu” yang tidak mudah dirumuskan dengan kata-kata. Ketika menulis novel Bako misalnya, ia tersadar dari ketidakbiasaan yang dilakoninya bersama keluarganya, yakni tinggal di rumah keluarga asal ayahnya (biasa berlaku dalam masyarakat patrilineal) di tengah Masyarakat Minangkabau yang matrilineal. Uniknya, ia tidak dianggap Orang asing, dikucilkan, atau ditolak oleh keluarga ayahnya, bahkan Oleh masyarakat. Hal seperti itulah yang mendesak untuk ditulisnya Meskipun menulis bukanlah pekerjaan yang mudah dan simpel. Ketika menulis novel Gumam, ia juga menuliskan hal konkret, di antaranya pada cerita mengintip perempuan mandi dari menara mesjid, sesuatu yang pernah diperbuat bersama teman-temannya di masa kecil dulu.

Pengalaman menulis novel Dendang dan Aku Keluargaku Tetanggaku bagi Darman adalah hasil pematangannya dalam menggunakan bahasa. Ia dengan teliti menggunakan bahasa dan mencermati pemakaian kaidah bahasa yang baik sehingga naskahnya tidak perlu lagi disunting oleh penerbit. Suatu kerja serius dan keyakinan kemampuan berbahasa yang dipertaruhkan Darman dalam karier kepengarangannya.

Ada beberapa cerita menarik tentang Darman dan kecmpat novelnya yang telah terbit itu (Gumam, Bako, Dendang, dan Aku Keluargaku tetanggaku). Gumam adalah novel yang ia kirim ke Sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta, 1976. Novel itu adalah satu di antara delapan novel yang direkomendasikan layak terbit oleh dewan jurt, meskipun tidak menang. Gumam kemudian dimuat di koran Sinar Harapan. Darman juga menulis ulangnya dengan perubahan judul menjadi

105