Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/150

Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

sebagai mahasiswa yang diterima di Universitas Negeri Andalas Padang melalui program PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan). Uniknya, formulir PMDK tidak diisi oleh Gus sendiri, tetapi oleh salah seorang teman karibnya. Hal itu disebabkan Gus tidak berkeinginan melanjutkan kuliah mengingat kondisi keuangan keluarganya tidak mencukupi untuk mendanai sekolahnya esok. Hanya satu yang menjadi motivasi Gus, yaitu keinginan untuk hijrah ke Jakarta dan membulatkan tekad untuk bisa menjadi seorang sastrawan terkenal di kemudian hari.
 Atas bujukan teman-temannya, Gus mendaftarkan diri sebagai mahasiswa undangan di Universitas Andalas dengan program studi peternakan pada tahun 1985. Dengan status sebagai mahasiswa, Gus mulai merambah dan mengukuhkan dirinya sebagai pengarang remaja Gramedia. Di sela-sela kesibukannya sebagai mahasiswa dan pengarang remaja, Gus menyempatkan diri menyediakan waktu satu hari dalam seminggu untuk membalas surat-surat dan kritikan yang ia terima dari penggemarnya. Kehidupannya yang diibaratkan seperti air mengalir dijalani Gus dengan tenang dan bersahaja. Setiap ritme di dalam perjalanan kehidupannya ia terima dan hadapi serta diungkapkan dalam bentuk puisi, dan nove!. Apa pun yang ditemui di sekitarnya ia tuangkan dengan bahasa yang bagus dan tertata rapi ke dalam bentuk novel remaja. Untuk jangka waktu yang cukup lama, akhirnya Gus bisa selesai kuliah di fakultas peternakan pada tahun 1994. Penyandang gelar sarjana peternakan ini telah menghasilkan tiga novel remaja. Di samping itu. ia juga telah mengukuhkan namanya sebagai pengarang buku remaja Gramedia yang memang digemari oleh remaja pada waktu itu.
 Gus telah memilih jalan hidupnya untuk bergelut di dunia yang asing bagi keluarganya, Kepiawaian Gus dalam mengolah dan menata bahasa dengan lugas merupakan modal baginya untuk unjuk kebolehan dalam bidang sastra. Hidupnya dicurahkan untuk “menghidupi” sastra Indonesia. Sebaliknya, ia pun hidup dari sastra. Satu hal yang membedakan Gus dengan sasirawan dan pengarang lainnya adalah bahwa bagi Gus menulis bukanlah suatu “pekerjaan”, yang menjadi pekerjaannya adalah membaca. Inilah modal utama Gus untuk merengkuh dunia sastra. Setiap harinya, enam puluh persen dari waktunya adalah untuk membaca. Membaca yang ia maksudkan itu tidak saja membaca buku dengan kategori yang beraneka ragam, ia juga membaca fenomena yang ada dalam masyarakat. Ketika dirinya telah tersugesti untuk menulis pasca-membaca, barulah ia tuangkan dalam


138