Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/165

Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat


mengajakmu bermain dadu, lalu main kartu dan bertengkar
begitu seru: tentang sesuatu yang kita tunggu

barangkali stasiun tertarik pula kepadamu, ketika kau
menghardik jam peron agar berjalan lebih laju, lalu menantangku
lomba menunggu. barangkali stasiun juga suka kepadamu, ketika
kita
memintal cerita, lalu bersiul dan tertawa seraya
kerdipkan mata: waktu bukan apa-apa

barangkali stasiun belum lupa. barangkali kami aku kau dan kita

adalah orang yang sama: sedang menunggu siapa?
barangkali sedang menunggu yang lupa

(Dumar,1988; Rengat,1985; Padang,1987)


Pada sajak “Menunggu” yang ditulis Gus di Dumai (1982), Rengat (1985), dan Padang (1987), kita disodori berlapis-lapis imaji sehingga terjalin komunikasi yang mengasyikkan. Bait pertama sajak dimulai dengan baris: barangkali stasiun ingin mengenalku ketika kami/. Di sini terlihat penjungkir-balikkan makna dengan kata-kata yang ambigu “stasiun memang ingin mengenalku” merupakan nilai tambah untuk membiarkan pembaca masuk ke dalam puisi tersebut secara total.

Baris pertama bait ke dua: /barangkali stasiun tertarik pula kepadamu, ketika kau/ kata-katanya lebih tajam lagi sehingga membuat Suasana lebih demokratik. Stasiun, dengan kata lain tertarik kepada siapa saja. Pertanyaan menarik yang diantarkan Gus adalah: apa yang tertarik pada siapa atau siapa yang tertarik pada apa? Vokal u yang dibangun pada kalimat terakhir pada bait pertama, yaitu kepadaku, dadu, seru dan tunggu masih diperkuat pula oleh kata-kata lain dalam kalimat dan frasa itu: aku, mengajakmu, lalu, kartu, begitu, dan sesuatu.

Cara Gus memilih dan menggunakan diksi merupakan suatu hal yang bersifat mendasar dalam penulisan puisi. Makna dan tera mungkin juga menjadi tidak demikian penting ketika apa pun sesungguhnya menjadi dan dijadikan tema puisi. Bagaimana mengungkap dan mengucapkan tema apa pun, itulah persoalan utama seorang penyair. Namun demikian, disanalah letak kekuatan Gus dalam melahirkan sajak/


153