Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/183

Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat


yang beraneka ragam baik itu berupa fisik seperti tercermin dalam cerpen “Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta” maupun penderitaan psikis, seperti kegilaan yang dialami oleh Susi dalam cerpen “Susi yang Sunyi”. Trauma yang mengakibatkan kegagalan dalam melanjutkan perjuangan hidup dialami oleh Santi. Penderitaan disebabkan tidak terkabulnya keinginan Sasa dalam cepen “Permintaan Sasa”. Penderitaan disebabkan oleh keadaan atau peraturan yang dibuat oleh laki-laki baik secara tertulis maupun secara lisan yang telah diwarisi secara turun temurun dalam cerpen “Lasiem” dan “Pahlawan”. Penderitaan seorang perempuan yang disebabkan oleh tingkah laku dan perlakuan laki-laki dalam cerpen “Lukisan Tua”, “Kota Lama”, “Lirih Tangis Setiap Senja”, dan “Semua Tamu (Tidak) Harus Pergi”.
 Buku kumpulan KCPB sangatlah jelas melihatkan kemahiran Gus dalam menggambarkan sebuah dunia yang hanya bisa ditempuh oleh satu atau dua orang pengarang. Gus dengan baik berhasil melintasi wilayah sosial, budaya, dan geografisnya. Empat belas cerpen dalam buku ini sebagian menyajikan problem masyarakat perkotaan, individu dari sebuah keluarga yang sibuk tanpa adanya komunikasi satu dan yang lainya. Terdapat ketidakmampuan untuk saling memahami dan selalu dicekam oleh kesunyian, Masyarakat modem, dalam antologi, ini adalah kumpulan manusia terasing dalam keramaian. Telepon yang menghubungkan Bang Tagor dengan rekan bisnisnya justru memutuskan komunikasi antara dia dan Delia, istrinya. Delia tidak memahami mengapa laki-laki bersikap serba praktis dan tidak melihat pentingnya kehadiran pembantu bagi ibu rumah tangga seperti Delia.
 Cerpen “Susi yang Sunyi” (him. 12—16) menggambarkan kesunyian yang mematikan perkembangan psikologi Susi. Sejak kakek dan neneknya meninggal, dunia Susi adalah kesunyian yang menghimpitnya sepanjang hayat. Untunglah ada topi jerami, teman yang rajin mengangguk dan menjawab tanyanya. Rambutnya telah putih ketika Susi menyusuri kota mencari topi jeraminya yang hilang. Hingga seusia itu, Susi masih juga kanak-kanak yang merindukan kasih sayang.
 Antologi cerpen ini dibagi dalam empat subbab: Gadisku, Rumah Masa Lalu, Sendiri, dan Apatah Bisu. Dilihat dari segi tanggal penulisannya, cerpen dalam sub-kedua ditulis paling awal dan menyajikan persoalan psikologis individual. Tiga cerpen pada bagian ini bercerita tentang kesunyian yang berawal dari konflik keluarga: konflik batin seorang ibu yang bingung memahami anak-anaknya,

173