Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/185

Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

kemampuan verbal Gus tf, khususnya untuk karya cerpennya yang berjudul “Laba-Laba”. "Laba-Laba Gus tf Sakai mencuatkan kemampuan verbalnya dengan arah yang berbeda dengan pengarang lain, yaitu tidak hanya mendeskripsikan tapi juga membangkitkan sebuah suasana dengan intensitas yang tinggi. “Laba-Laba” lebih merupakan perjalanan ke lanskap interior (disugestikan dengan ruang tahanan), ke dunia trauma dan khayal, mungkin halusinasi,” tulis Goenawan.
 Lebih jauh, penyair “Hiroshima, Cintaku” itu menguraikan bahwa Gus tidak perlu menguraikan “realitas” di luar sel dalam cerpennya. Dengan demikian, cerita Gus tidak menjadi statis karena ia digerakkan oleh dialog yang mungkin imajiner dan disebabkan oleh ekspresi perasaan yang berubah-ubah. Tentu saja Gus masih memiliki kelemahan dalam menulis cerita “Laba-Laba” ini. Sebab, seperti yang dituturkan dalam harian umum Haluan tanggal 10 Agustus 2004 bahwa “Laba-Laba” menjadi lemah karena adanya komentar-komentar yang di dalamnya memuat ide-ide yang naif. Semestinya, menurut Goenawan, Gus harus tetap bertahan di antara alegori dan pengalaman sureal atau lazimmnya disebut sedikit lebih abstrak yang posisinya berada di atas realisme. Sebagai contoh cerpen Gus yang berjudul “Pot Na Enga Tako” yang berkisah tentang perdagangan gelap mumi dari mayat-mayat kuno di Tana Toraja adalah prototipe dongeng Gus yang meleburkan unsur realisme dan surealisme.
 Kalimat penutup cerita “Laba-Laba” dianggapnya bombastis atau begitu meledak-ledak. Kalimat penutup cerita itu berbunyi, “aku harus melawan. Aku Manusia. Manusia! Dan aku percaya, Tuhan tak melahirkan manusia ke dunia — kalau hanya untuk sia-sia.”
Laba-Laba bukanlah satu-satunya karya Gus sebab ia telah banyak melahirkan karya dari tangan kreatifnya. Karyanya yang lain, seperti Kemilau Cahaya dan Perempuan Buta jauh lebih bermutu apabila dibandingkan dengan Laba-Laba. Oleh karena itu, karya Gus tersebut diterjemahkan ke bahasa Inggris dan memperoleh dua penghargaan sastra dari Yayasan Lontar pada tahun 2001 dan dari Pusat Bahasa pada tahun 2002.
 Korrie Layun Rampan dalam harian Pelita, Minggu tangggal 11 Desember 1994 mengomentari puisi Gus tf. “Sajak-sajak Gus tf memperlihatkan peran dan fungsi kata yang digunakan secara efisien. Meskipun belum menerbitkan kumpulan sajak sendiri, sejumlah sajaknya diikutkan dalam berbagai antologi yang pada akhirnya media ini turut

173