Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat
KOMUNIKASI DUA ARAH
Kita menggapai-gapai kata, seperti pancingan yang menggena
lantas kita bercakap-cakap tentang lidah
tak bertulang. “bibirmu amat pucat, saudaraaku.”
dari dua arah, waktu bercakap dengan usia musim bercakap
dengan cuaca, kitalah kanak-kanak dari percakapan
yang tak kunjung habis. “kata bukan milikmu, saudaraku.”
di luar jalanan penuh, pinokio berpawai menyambut kata
di Juar suara penuh, cinderella membangun kisah dari kata
selarut ini, kita seperti bocah mengumpulkan abjad
dari mesjid ke gereja mencari tuhan dari sisa kata
surau tanpa a bunyi tanpa I
mulut siapa yang bergantung di pojok kamboja
masih bercakap-cakap dengan talinya?
Sajak ini menurut Sapardi Djoko Damono adalah metaforis. “Ia adalah rangkaian metafora yang mendesak dan berusaha saling meniadakan dan sekaligus saling mendukung sehingga tersusun makna keseluruhan yang pada hakikatnya merupakan kumpulan metafor yang paradoksal. Paradoks yang diciptakan oleh Gus tf terasa sangat tajam sebab metafora yang disusunnya merupakan citraan yang bermakna. Dalam sajak “Komunikasi Dua Arah” itu citraan, metafora dan paradoks bersusun saling kait-mengait menawarkan sebuah makna sekaligus menampik sebuah makna. Hal itu disebabkan makna sajak itu tak lain adalah cara pengungkapannya, keduanya itui tak bisa untuk dipisahkan.
Dalam menulis puisi, Gus tf membebaskan imajinasinya secara total dan menyeluruh. Tanpa adanya penguasaan bahasa yang baik, bisa dipastikan, puisinya cenderung longgar dan tanpa pumpunan. Akan tetapi, penyair ini tampaknya sangat yakin bahwa ia bisa mengendalikan imajinasinya yang bebas itu tanpa adanya halangan ataupun hambatan sebab ia memang memiliki kemampuan berbahasa yang sangat baik.
Pada novel Tambo Sebuah Pertemuan dengan 170 halaman terdapat tangggapan dan kritik dari seorang kritikus sastra senior, yaitu Umar
175