Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/189

Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

nonverbal ke verbal). Meskipun orang berusaha menerjemahkannya secara obyektif, namun hal itu tidak pernah tercapai. Penerjemah hanya melihat titik tertentu peristiwa yang dilaporkan. Hakikat ini juga diakui Gus. Kaba-kaba bagi Gus hanya bercerita tentang dunia lampau dan tak menyebut ada kaba yang bercerita tentang peristiwa kini, “mencampurkan” sejarah (dunia nyata) dengan dongeng (dunia khayal).
 “Tokoh dunia kini, ibu si aku Sutan, menjelma menjadi Bundo Kanduang dan ia sendiri jadi Sutan Balun, tokoh dunia tambo. Tambo sebagai cerita “sejarah” dikacaukan dan dikesankan sebagai sejarah. Dalam Tambo berdasarkan konsep kini, kita bisa mendapati “aku Sutan” menghidupkan diri pada dunia lampau dengan mencantumkan tahun yang berasal dari dunia kini. Namun, bila dibandingkan dengan Tambo sabagai sejarah, pencantuman tanggal dan tahun ini hanya bisa kita temui ketika pemuka adat berbicara. Oleh karena itu, sangatlah wajar apabila cerita/berita kaba atau tambo tak pernah bebas dari persepsi kini. Ia bisa kita interprestasikan sesuai dengan dunia kini kita.
 “Dunia lampau biasa kita pertentangkan dengan dunia kini. Dalam hal ini, dunia lampau terlihat sebagai suatu kesatuan. Oleh sebab itu, tidak heran, jika dalam khayalnya, Rido, “aku Sutan” mengacaukan masa sejarah Iskandar dan Majapahit, sehingga kita pun ikut terbebani dengan “kekacauan”: apakah raja-raja Pagaruyung keturunan kerajaan Iskandar atau Majapahit, pesta adu kerbau tidak antara kerajaan Minang dan Majapahit, tetapi antara kerajaan Minang dan Pasai. Ini terjadi karena “aku Sutan” menyusuri jalur raja-raja Pagaruyung kepada Iskandar dan Majapahit dan oleh karena itu, tidak wajar apabila ada adu kerbau antara kerajaan Minangkabau dan Majapahit. Kita pun tidak perlu kaget jika ada “fakta sejarah” yang lain dari yang kita kenal dan ketahui sebelumnya. Kita pun tidak mungkin menyalahkan fakta sejarah Gus karena fakta yang kita punyai hanya kita peroleh dari tambo, yang kesejarahannya biasa dipertanyakan.
 “Bila tambo biasa dipahami sebagai dunia lampau, dan kita sepenuhnya hidup dalam dunia lampau, tak demikian halnya dengan Tambo Gus. Kita mondar-mandir antara dunia kini dan dunia lampau. Kita hidup dalam dialog antara dunia kini dan lampau. Kita pun tidak perlu heran apabila dunia lampau dalam novel ini diidealisir sehingga ada kesan Gus ingin membawa kita menghidupi/menghidupkan kembali dunia lampau dan ini ditolaknya apabila ia menyadarkan kita untuk membedakaan dunia harapan dan kenyataan. Sesuatu yang indah hanya

177