Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/194

Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

Selain talenta, satu hal terbesar yang mengantarkan Gus menjadi seorang sastrawan adalah keinginannya untuk membantu meringankan beban orang tuanya. Ini terbukti, di setiap jenjang pendidikannya, mulai dari sekolah dasar sampai dengan perguruan tinggi, Gus selalu mampu menambah uang sakunya dengan memenangkan berbagai macam sayembara yang diikutinya.
 Dari riwayat hidupnya dapat diketahui bahwa Gus tf Sakai adalah seorang yang pintar dan cakap. Kesederhanaan selalu terpancar dalam kesehariannya. Laki-laki ini memang mengabdikan dirinya untuk sastra. Lebih jauh lagi, ia merupakan segelintir dari sastrawan yang memang hidup dari menulis. Lebih dari sebelas buku telah ia hasilkan dalam kurun waktu dua puluh lima tahun sejak awal proses kreatifnya ia tekuni.
 Pengalaman menghadapi sebuah buku bagi Gus dimulai ketika ia duduk di bangku kelas dua Sekolah Menengah Pertama, tahun 1981. Pada saat itu ia membaca buku karangan Al Ghazali, itulah buku pertama di luar sastra yang ia baca. Buku-buku sastra, fiksi popular, dan ratusan jilid cerita silat sudah dilahapnya ketika ia masih duduk di bangku sekolah dasar di Payakumbuh. Setelah membaca buku Al Ghazali tersebut, Gus mulai memahami tentang manusia dan sekaligus tidak mengerti. Saat ini, selain memiliki koleksi buku sekitar 3000 judul buku, Gus juga memiliki ribuan kliping koran. Semua buku didapatkannya dengan cara membeli dan ada juga ada beberapa puluhan judul buku yang langsung ia minta ke penerbit terutama ke Gramedia ketika ia sedang berkunjung ke Jakarta. Gus tidak memiliki anggaran khusus untuk membeli buku. Pada saat ia baru menerima honor karangan, Gus langsung menyisihkan dana untuk membeli buku, terutama buku fiksi yang belum ada di lemari koleksinya. Ia menyukai buku apa saja, baik buku sastra, filsafat, psikologi, dan cerita silat. Hal itu didasari dengan kegiatan membaca yang dianggap Gus sebagai pekerjaan rutin. Membaca tidak mungkin dilepaskan dari dunianya sebagai pengarang. Ia sering merasa ada yang kurang kalau tidak membaca. Dalam satu hari, minimal ia membaca majalah dan koran.


Simpulan

Sungguh tidak enak jika kita disebut orang “bagak di kandang” atau jagoan di rumah sendiri. Apalagi, kalau kita unjuk kebolehan, orang akan berkata dan berpandangan sinis pada kita. Hal itu bisa terjadi karena kesalahan kita sendiri. Mungkin mereka mengganggap kita tidak berani

182