Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/20

Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

tanggal 31 Juli 1961, Presiden Soekarno mengumumkan amnesti untuk tentara PRRI-Permesta dan “karier” Rusli pun berakhir. Kisah perjuangan ketentaraannya inilah yang kelak banyak mengilhami puisi-puisi Rusli Marzuki Saria.

Setelah pemberontakan PRRI-Permesta selesai, Rusli Marzuki Sana menjalani kehidupannya sebagai warga sipil. Ia pun berangkat ke Padang dengan KTP Bukittinggi berlabel “Tidak Boleh Meninggalkan Daerah.” Ketika di Padang telah terbit surat kabar Aman Makmur. Respublika, Angkatan Bersenjata, dan Suara Persatuan, Rusli mulai mengirim puisi dan esai ke Respublika yang memiliki ruang kebudayaan yang dipimpin oleh Nasrul Siddik dan ke Aman Makmur yang salah seorang redakturnya adalah A. Pasni Sata. Di samping menulis di koran, Rusli pun memiliki ruangan sastra di RRI Padang.

Sejak tahun 1962, Rusli Marzuki Saria bekerja sebagai tenaga tata usaha di Koperasi Batik Fajar Putera, satu-satunya koperasi batik luar Jawa yang menjadi anggota GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia). Anggota koperasi tersebut adalah para pembatik dari daerah Sampan/Balahilir, Pungguang Ladiang, Lubuak Aluang di Kabupaten Padang Pariaman, Balingka di Kabupaten Agam, Payakumbuh dan Padang Japang di Kabupaten 50 Kota, dan Kota Padang. Rusli bekerja di koperasi tersebut sampai bulan April 1969.

Rusli Marzuki Saria menikah dengan Hanizar Musa di kampung halamannya, Kamang, Kabupaten Agam pada tanggal 4 Mei 1953. Ketika ituia telah berusia 27 tahun dan sedang sukses dengan usahanya di Kota Padang sebagai pengurus koperasi batik. Pernikahan itu dikaruniai empat orang anak, dua laki-laki dan dua perempuan. Nama anak-anak Rusli Marzuki Saria adalah Fitri Erlin Denai (Padang, 23 Januari 1964), Vitalitas Fitrat Sejati (Padang, 24 Januari 1966), Satyagraha (Kamang, 20 Juli 1968), dan Diogenes (Padang, 14 Mei 1970).

Perkenalan Rusli dengan wartawan-sastrawan senior Sumatra Barat, seperti Chairul Harun, Syafri Segeh, dan penyair Leon Agusta terjadi melalui pertemuan-pertemuan informal dan diskusi sebagai sesama penulis kreatif Kota Padang waktu itu. Atas tawaran Kasoema, mereka menerbitkan kembali surat kabar harian Haluan yang telah di-breidel sejak sepuluh tahun lalu. Pada tanggal 1 Mei 1969, Haluan mendapat rekomendasi dari Kodim (Komando Distrik Militer) untuk terbit kembali. Rusli Marzuki Saria diberi tugas sebagai sekretaris redaksi

8