Halaman:Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatera Barat.pdf/89

Halaman ini tervalidasi

Antologi Biografi dan Karya Lima Sastrawan Sumatra Barat

kampung untuk berbagai kepentingan termasuk kepentingan politik, seperti mencalonkan diri menjadi pejabat eksekutif.
  Cerpen "Dari Paris" juga berbicara sosok perantau pada sisi yang lain. Alwi, tokoh dalam cerpen ini, setiap bulan selalu mengirim wesel ayahnya dalam jumlah besar. Alwi juga memasangkan telepon di rumah ayahnya sehingga mereka hanya berbicara melalui telepon. Alwi tidak pernah lagi pulang ke kampung menemui ayahnya. Katanya tidak ada waktu. Inilah cerpen yang menyindir pada perantau Minangkabau yang enggan pulang ke kampung menengok keluarga dan sanak familinya.
 Tidak berbeda dengan itu, masih bicara soal laki-laki perantau Minang, cerpen "Isi Hati Umar Jotos" mengungkapkan rasa kebangsaan/nasionalisme. Umar Jotos yang telah kaya raya karena merantau ke Malaysia tetap merindukan kampungnya. Ketika ia mendengar lagu Indonesia Raya, ia terharu dan bahkan menangis. Artinya, seberhasil apa pun seorang di rantau, namun dalam hati kecilnya tetap ada kerinduan terhadap kampung halamanannya.
  Cerpen "Seperti Koin Seratus" berkisah soal warisan. Seorang ayah yang baru meninggal mewariskan koin seratusan rupiah kepada anaknya yang pulang dari rantau. Mendapati ada warisan, anak-anaknya bergembira, kontras dengan peristiwa meninggalnya ayah mereka itu. Namun, ketika mengetahui bahwa warisan itu hanyalah koin seratusan, anak-anaknya berpaling tidak menghargai.
  Cerpen "Suara-suara yang Hilang" mengisahkan seorang laki-laki yang pulang kampung karena ibunya meninggal dunia. Laki-laki itu kemudian terkenang pada masa kecilnya di kampung bersama seorang gadis, anak angkat dari ibu tirinya.
 Cerpen "Kades Mangkuruddin" mengisahkan seorang laki-laki yang pulang ke kampung halamannya. Laki-laki tersebut telah lama meninggalkan kampungnya dan ia diharapkan penduduk setempat untuk mengubah keadaan di daerahnya karena selama ini mereka dipimpin oleh seorang kades yang otoriter.
  Cerpen "Ning" mengisahkan seorang anak bernama Ning yang setiap hari harus menunggu ibunya untuk menjemutnya setiap pulang sekolah. Suatu hari ibunya terlambat menjemput Neng ke sekolah karena harus mengurus ayahnya yang mendadak datang. Ning yang merasa takut sendirian di sekolah mulai memberanikan diri untuk pulang sendiri ke rumah. Di perjalanan Ning bertemu dengan seorang pemuda dan