Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/106

Halaman ini tervalidasi

perlakuan ini.

"Aku tahu yang ada di pikiranmu sekarang. Tapi, kalau Kau tidak keberatan, Kau harus mendengar ceritaku dulu!" 'Bahkan pria itu tidak bisa basa-basi,' pikir Siey.

"Kau ingat kan ketika ibumu bilang Kau punya kakak laki-laki? Ibumu bilang bahwa kakakmu hilang saat berlibur. Ingat?" Pria itu memberi jeda. "Aku kakakmu. Dan aku tidak hilang. Dia membuangku! Orang kepercayaan Ayah itu. Malam itu aku terbangun di tumpukan jerami di sebuah gudang. Aku keluar mencari bunda. Tapi malah bertemu dengan paman. Dia memukulku. Aku merasakan perih di mana-mana dan akhirnya tak sadarkan diri. Aku ditemukan oleh seorang bapak yang sedang mengemudi dan tak sengaja melihat tubuhku terbaring di tengah jalan. Orang itu baik sekali. Dia yang merawatku. Lain kali, aku kenalkan kau padanya, Siey.

"Paman juga yang membunuh Ayah, bunda. Orang tua kita," lanjutnya. Siey seperti dihantam badai salju. Dingin. Tubuhnya menegang dan dingin walau ia terbaring di bawah selimut di dalam ruangan berpenghangat. Setengah hati ia percaya pada pria itu. Namun walaupun setengah, ia memberikan sepenuhnya hati itu. Siey menangis sambil berbaring. Tangan pria itu semakin mengenggamnya erat. Siey tidak keberatan.

"Kumohon kau percaya padaku! Aku melihat sendiri bagaimana orang itu membunuh Ayah. Saat Ayah dalam perjalanan pulang dari kantor dengan mobilnya, paman mengikutinya. Waktu itu tengah malam, jadi jalanan sedikit sepi. Paman berhenti tepat di depan Ayah. Ia turun dan menodongkan pistol ke arah Ayah. Ia mengikat Ayah di jok mobil dan membakar mobil Ayah. Besoknya, paman dengan tanpa dosa berteriak bahwa mobil ayah terbakar. Kau ingat?"

Siey masih menangis, namun ia menyahut. "Bagaimana dengan bunda? Aku melihat kau malam itu."

94