Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/116

Halaman ini tervalidasi

masih kotor berlepotan minyak, kulit kentang dan wortel.

"Bunda! Aku ikut pestanya Dika saja ya, sesekali kan tidak apa-apa."

Bunda melirik pakaian yang dikenakan Indah, anggun bak bidadari yang baru saja turun kala gerimis berhenti. Apalagi kepalanya dikerudungi dengan jilbab berwarna hijau putih, warna kesukaan Bunda. Tapi Bunda hanya tersenyum saja menatapnya tanpa ada komentar sedikit pun jua.

"Ya sudah. Tapi menurut Bunda lebih baik kamu ikut Siti ke Masjid. Kalau memang itu keinginan kamu bunda juga tidak memaksa. Asalkan kamu tidak melewati batas-batas agama kita saja. Terus kamu tidak boleh terlalu larut malam ya!" Nasehat bunda kepadanya.

"Baik Bunda. Indah akan ingat selalu nasehat Bunda."

Ting...tong...ting...tong......

Bersamaan dengan itu, bel rumahnya kembali berbunyi. Indah berlari menuju pintu dan membukanya. Ternyata Linda, Rina dan Siti berada pada waktu yang bersamaan. Linda dan Rina kembali memamer senyuman khas mereka. Tapi Indah malah terkejut melihat penampilan mereka saat itu, Baju yang dikenakannya melebihi ukuran perempuan remaja seperti mereka. Apalagi Rina, sepatu hitam mengkilat seperti artis kondangan ia lenggokkan ke sana ke mari. Sementara Siti hanya mengenakan Jilbab putih yang diselendanginya, dan memegang Alquran di tangan kanannya, tambah lagi sajadah dan kain salatnya diselempangkan di bahunya.

"Wah...!" Linda kaget melihat pakaian yang dikenakan Indah, sungguh jauh berbeda dengannya.

"Indah! Kok penampilan kamu kayak gini, sih! Malu-maluin deh, kayak kita dong yang pakaiannya sedikit over biar lebih keren," tutur Rina sewot.

Tiba-tiba saja Indah merasa sakit perut. Ia segera meninggalkan mereka bertiga di luar rumah.

"Tunggu sebentar, aku mau ke toilet dulu."

104