Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/120

Halaman ini tervalidasi

takkan menyita banyak waktuku hingga aku harus pulang malam tiap hari.

Jika papa tak senang aku pulang malam, itu memang salahku. Seharusnya aku tak menuruti egoku, padahal aku tahu keluargaku tak suka anak gadisnya pulang malam. Seperti yang akhir-akhir ini kulakukan hingga tak pernah lagi makan malam di rumah. Tentunya orang-orang di rumah akan mempertanyakannya. Dan untung dari awal aku telah menyiapkan alasan ini yang kupikir takkan mereka curigai. Tapi aku tak bisa memungkiri kalau mama yang sangat sensitif terhadap perasaanku bisa kulupakan. Aku anak bungsu yang dari kecil terbiasa dimanjanya. Apa pun yang terjadi masalah perasaanku mama selalu tahu dan mengerti hanya dengan melihat perubahan sikapku. Walau sudah seringkali aku berlatih menyembunyikan perasaanku dengan melakukan hal-hal seperti biasa, namun tetap saja aku bukan ahlinya, sehingga tanpa kusadari, aku tak bisa menyembunyikannya.

"Mama sudah melihat cerpen barumu di majalah." Kata mama sambil mengemasi kerudung coklat yang tadi kupakai. Lalu mendekatiku yang masih sibuk di depan laptop. Mama menyapukan pandangannya pada kertas-kertas kerjaku yang berserakan di kasur. Mama diam membiarkan kesibukanku di depan laptopku. Saat aku berhenti, melepaskan tanganku dari tombol-tombol yang membuat jari-jariku kecapaian dan kemudian membuka kaca mataku, mama mulai bicara.

"Kami nggak pernah lagi bareng-bareng Sam?" Entah mama bertanya atau membuat pernyataan hanya untuk memulai percakapan.

Aku membersihkan kaca mataku dan memakainya kembali.

"Akhir-akhir ini aku sibuk banget, Ma," jawabku.

"Yah, tadi siang Sam datang. Dia juga bilang begitu." Mama menatapku, seakan mencari-cari apakah aku akan

108