Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/121

Halaman ini tervalidasi

menanggapi atau tidak. Sepertinya mama bisa menjawab sendiri, dan melanjutkan.

"Tadi dia bawa eskrim. Dia bilang sebenarnya ingin makan sama-sama kamu juga. Tapi kayaknya kamu sibuk banget sampai gak ada waktu buat sahabatnya." Mama masih memancing reaksiku.

"Ya deh, aku salah. Besok aku temuin dia dan aku ajak makan siang." Aku juga masih berusaha agar emosiku tetap stabil. Walau dadaku sudah menunjukkan reaksi ketidaksetujuannya. Tapi mama masih belum menyerah.

"Dek, mama tahu perasaanmu." Mama langsung to the poin. Seperti biasa, mama tidak memanggil namaku, Qori, tapi malah memanggilku dengan panggilan akrab kami, Adek.

"Kamu yang lebih dulu mendapatkan Sam, tapi saat kamu mulai mendekatkannya dengan keluargamu, dia malah memilih mbakmu." Mama membuka jepitan rambutku dan menyisirnya dengan jari-jarinya yang lembut. Sedang aku terdiam dan menghentikan setiap gerakan tubuhku. Tatapannya nanar mendengarnya. Seakan mama telah menggoncang botol permen yang sudah kutatapi rapi.

"Mama..." kata itu langsung terucap tanpa aku harus memerintahkan otakku terlebih dulu. Tapi tak seperti biasa, terasa kering, aku merasa sangat kuat menghadapi segala guncangan yang akan terjadi.

Namun sayangnya guncangan malam ini sudah cukup, mama keluar saat telepon berdering. Sepertinya reaksiku sekejap itu sudah cukup buat mama. Padahal sebenarnya aku siap memberikan reaksi lebih dari itu. Bahkan untuk menceritakan semuanya dengan jujur aku akan lebih sanggup. Tapi sepertinya mama tidak cukup bisa membaca pikiranku kali ini.

Malam itu aku meringkuk di bawah selimut setelah mama pergi, berusaha melupakan sesuatu yang mengganggu akhir-akhir ini. Namun itu bukanlah suatu hal

109