Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/122

Halaman ini tervalidasi

yang mudah. Kantuk hampir saja tak kurasakan. Ketika kulihat jam di monitor hpku yang menunjukkan pukul 01.35, akhirnya kuputuskan untuk meminum obat tidur.

Obat yang kumakan tadi malam bereaksi di luar dugaan. Aku kecolongan salat tahajud seperti yag biasa kulakukan. Aku bangun dan segera salat. Kemudian langsung bersiap-siap ke markas, begitu kami menyebut sebuah kantor tempat kami berkumpul sesama orang-orang sastra.

Tanpa sempat membantu mama di dapur, pukul enam pagi aku sudah melaju bersama motorku di jalan. Dingin yang menyusup lewat mantel tak kuhiraukan demi sampai di markas secepat mungkin.

Anggi, seorang mahasiswa di fakultas sastra di sebuah universitas yang tak jauh dari markas, sekalian yang menjaga markas kami, muncul dari arah Masjid bersamaan saat aku tiba di sana. Dengan baju koko biru mudanya, sarung petak-petak sebagai bawahannya ditambah peci hitam di kepalanya yang membuatnya sangat rapi menandakan ia tak kemana-mana seusai salat. Setiba di depan pagar markas, ia pamit darí rombongannya yang umumnya terdiri dari bapak-bapak. Aku tersenyum saat ia berdiri di halaman.

"Asyik banget ngobrolnya sampai-sampai Mbak kelamaan menunggu," sapaku sambil memasukkan helm ke jok motor.

"Yah, si Mbak," ia ingin mengelak, namun kehilangan kata-kata.

"O, iya, tumben akhir-akhir ini Mbak datang pagi-pagi banget?"

Tak kusangka ia akan menanyakan hal itu. Dengan alasan yang sama aku menjawabnya. "Maklum orang sibuk." Ternyata cukup banyak orang-orang yang memperhatikan perubahanku akhir-akhir ini. Dimulai dari Mbak Erin, Mbak Anis, Mas Nugi, Mey, dan sekarang Anggi. Belum lagi keluargaku sudah menunjukkan reaksi dari ketidakberesanku. Mama dan papa tak masalah, jika mereka

110