Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/123

Halaman ini tervalidasi

jengkel? Itu sudah pasti melihat anak gadisnya pulang setelah salat isya di luar terlebih dahulu. Namun yang paling kukawatirkan adalah mbakku, China, aku takut ia menanyakan hal yang sama dengan pertanyaan papa. Jawaban apa yang akan dapat kuberikan. Apalagi kalau Sam sampai curiga dengan keanehan tingkahku akhir-akhir ini. Sungguh, aku malu bila sampai orang-orang mengatakanku cemburu atas pertunangan itu.

Siang itu, kutepati janjiku pada mama. Kuajak Sam makan siang di warung kecil tempat kami biasanya menghabiskan jam istirahat siang. Ini kulakukan untuk menghindari pandangan tidak nyaman terhadap sikapku yang sudah mulai ditangkap orang-orang sekelilingku. Keceriaan seperti biasa tetap kuperlihatkan, meski kini aku benar-benar tak bisa lagi melihat wajah sendu Sam yang humoris. Aku sadar, jika ini kulakukan, aku tak bisa menahan degupan jantungku dengan emosi yang tidak menentu. Aku harus memilih antara tawa dan tangis. Meski sangat berat untuk untuk memihak pada tangis, namun itu harus kulakukan. Andai saja aku bukan seorang muslim yang terjaga dari pergaulan yang lebih bebas, pasti sekarang ia sudah kupeluk.

"Kamu masih sibuk, ya?" Tanyanya saat kami sudah kembali ke markas. Seharusnya aku tak tahu harus menjawab apa tapi kali ini hidayah menghampiriku. Dengan ketenangan yaag tak kuduga aku menjawab, 'banget.'

Walau sebenarnya aku berbohong. Seandainya ia memeriksa laptopku saat ini, ia pasti akan memberiku sebuah hadiah besar, marah, semua tugas-tugasku sudah selesai.

Aku hanya butuh menulis beberapa karya lagi, itupun jika aku mau. Tapi semua kulakukan karena aku masih sama persis seperti yang diduga mama. Masih ada sesuatu yang mengganjal di hatiku. Saat aku teringat hal-hal itu, aku masih betum bisa mengeadalikan diriku. Emosiku masih akan labil.

111