Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/124

Halaman ini tervalidasi

Hari berikutnya kuberitahukan mama dan papa tentang kelulusanku atas beasiswa S2 ke Australia. Tak seperti biasanya, aku tak melihat orang tuaku gembira menyambutnya. Biasanya mereka akan menyambut prestasi-prestasiku seperti hal ini dengan gembira. Papa adalah orang yang tak pernah absen mengucapkan selamat padaku. Namun kali ini papa malah memperlihatkan ketidakyakinannya.

"Kamu yakin?" Suatu tanya yang tak pernah terbayangkan olehku akan keluar dari mulut papa.

"Kenapa nggak, Pa?" Aku balik bertanya dengan keterkejutan.

"Kamu yakin, kamu akan sendiri di sana?" Terbayang kembali keraguan di wajah papa. Ini pertama kali aku melihat reaksi yang berbeda dari papa yang selama ini selalu tersenyum menyambut piala dan piagamku, kini tak tampak kebanggaan itu dari ekspresi papa yang tidak sedang dibuat-buat jika ingin memberikan kejutan.

Oh, Tuhan. Benarkah orang tuaku terkejut karena akan melepasku sendiri di sana atau karena perhatian mereka terhadap perasaanku yang sudah mulai tak bisa diajak kompromi? Suatu hal lagi membuatku bimbang. Kadang perasaan bimbang ini membuatku muak. Aku sudah berkali-kali mencoba untuk melupakan dan merelakan sahabatku. Namun semakin aku mencoba perasaan itu semakin menyiksaku. Inilah ujian terberat yang pemah kurasakan Orang-orang di sekitarku seakan mencurigaiku tanpa aku berani bercerita pada siapapun. Dan ketika kucoba mengadu pada ilahi melalui salat malamku, Sang Pemilik Segala Cinta itu masih berkehendak untuk menguji keimananku.

Keberhasilanku mendapatkan beasiswa ini bukan hanya tempat pelarian dari ketidaknyamanan perasaanku. Tapi juga sebuah cita-cita yang kupendam dari dulu. Kini kesempatan itu ada di depan mataku, sungguh tak mungkin aku menyia-nyiakannya. Akhirnya dengan meyakinkan

112