Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/134

Halaman ini tervalidasi

terang Sababalat dengan mata berkaca-kaca sambil menatap Saogo.

Aliran kasih sayang seorang ayah itu agaknya mengalir deras ke sanubari sang anak. Saogo dapat merasakan energi cinta ayahnya. Air matanya tumpah ruah. Ia segera memeluk Sababalat. Sababalat pun mengusap ubun-ubun anak semata wayangnya, sambil berkata, “Selamat ‘Hari Anak’ Saogo.” Air matanya menitik.

Pitoha yang menyaksikan drama mengharukan itu ikut menitikkan air mata. Lama sekali ayah-anak itu berpelukan. Seperti tak ingin saling lepas.

Ina Bani masuk ke rumah. Menyaksikan adegan tangis-menangis itu ia bertanya, “Ada apa ini?"

Sababalat melepaskan pelukannya dari Saogo. “Tak ada apa-apa, Ina. Aku hanya ingin memberikan hadiah ini untuk Saogo,” jawabnya sambil memungut kembali bungkusan persegi panjang yang tadi ditetakkannya di lantai sebelum memeluk Saogo.

“Ini untukmu, Nak!” Sababalat menyerahkan bungkusan itu. Saogo menerimanya dengan suka-cita.

“Apa isinya ini, Ukui?” Tanya Saogo penasaran. Pitoha dan neneknya pun tampak demikian. Mereka saling merapat, Tak sabaran melihat apa isi bungkusan.

“Bukalah,” senyum ayahnya.

Saogo mengangguk. Dibukanya perlahan kertas koran tersebut dengan hati-hati. Agaknya Saogo tak ingin bungkusnya sekalipun rusak, mengingat ini kali pertama sang ayah memberinya hadiah. Hadiah pertama saat memperingati ‘Hari Anak’. Benar-benar tak pernah ada sebelumnya! Hari ulang tahun pun tidak.

Setelah kertas koran itu benar-benar terlepas, Saogo tercengang melihat hadiah dari ayahnya yang bukan hanya yang pertama, tapijuga yang teraneh! Hanya sepotong kayu!

“Untuk apa ini, Ukui?” Tanya Saogo penasaran.

Ayahnya tersenyum, Diambilnya sepotong kayu itu dari

122