Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/136

Halaman ini tervalidasi

memberinya. Bahkan pemberian benen itu juga usulannya. Benen itu beliau juga yang memberinya.” Jelas Sababalat dengan mata berkaca-kaca. Saogo semakin mengencang pelukannya.

“Maafkan ukui, Nak. Mungkin sekarang Kau belum bisa sekolah seperti teman-temanmu. Tapi Ukui janji, tahun depan kau akan sekolah. Apapun akan ukui lakukan agar Kau bisa sekolah.”

Pitoha dan Ina Bani ikut menangis. Apalagi Saogo dan ayahnya. Namun suasana haru biru itu harus segera usai karena Sababalat harus segera melaut.

***

Beberapa saat setelah Sababalat meninggalkan Saogo pergi melaut, Pitoha pun pulang, sebelum malam menjelang. Sementara Saogo kembali menaiki anak tangga menuju teras atas. Di tangannya sebuah 'meja belajar' baru yang dibuat dengan cinta oleh ayahnya.

Semangat Saogo untuk belajar semakin menggebu. Diterangi dengan lampu jalan yang terletak tepat di halaman rumahnya, ia bersemangat meliuk-liukan pena berdawat buram pemberian gurunya, Pitoha. Setelah menulis beberapa paragraf di atas kertas, ia berhenti sejenak. Matanya menerawang, seperti menembus bulan. Kemudian ia tersenyum dengan anggukan kepala meyakinkan. Dengan cekatan, diraihnya kembali pena berdawat buram lalu dituliskannya kembali. Kali ini ditekannya lebih kuat pena itu. Bukan pada kertas, tapi pada 'meja tulis' baru hadiah dari sang ayah. Ditulisnya:

Meja ini kuperoleh dari ukui sebagai hadiah peringatan Hari Anak tanggal 25 Oktober 2010

Saogo tersenyum lagi. Dibacanya berulang-ulang kalimat yang baru saja diukirnya. Beberapa saat kemudian ia menjentikkan jari lalu mengukir kalimat kembali:

124