Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/141

Halaman ini tervalidasi

ladangnya si Munik banyak pohon pinang, oh iya, duriannya sedang berbuah Pen. Nanti kita pesta durian di sana Nak," ajak ibu padaku.

"Ah, Ibu. Kalau ada pemiliknya yang menunggu gimana? Aku takut cari masalah Bu," aku menolak ajakan ibu.

"Kamu ini gimana sih? Kalau jadi orang miskin kita harus bertelinga tebal Nak. Biarkan orang-orang itu menggonggong, yang penting kita bisa mencari uang untuk makan."

"Tetapi aku belum terbiasa Bu, ibu saja yang pergi ke sana."

Aku mengemasi pinang-pinang yang sudah kami cari, dan seperti biasanya akulah yang akan mengurus pinang-pinang itu, membelah, menjemur sampai menjualnya ke toke pinang.

Sejujurnya aku merasa malu jika ada teman-teman sekolahku yang mengetahui hal ini. Pernah pada suatu ketika, Kemal menanyaiku tentang pinang-pinang yang teronggok di sudut rumahku.

"Pen, ini pinang dari mana datangnya?" Tanya Kemal padaku.

"Dicari Mal," jawabku.

"Cari di mana?" Tanyanya lagi.

"Di ladang orang!"

"Apa Kau tidak malu mencuri di ladang orang?"

"Kenapa mesti malu? Kita kan nggak bertelanjang di hadapan orang banyak," jawabku sekenanya.

"Tapi kamu mencuri, Pen. Kau dan ibu kau pencuri, pencuri pinang orang."

"Banyak orang yang hidup dengan mencuri. Bahkan maling uang rakyat miliaran. Sementara aku hanya pencuri pinang."

"Kalau ada usaha lain yang halal, kenapa harus berbuat haram?"

129