Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/145

Halaman ini tervalidasi

Semenjak aku sering diskusi dengan Pak Bidin, semakin terpatri kuat di hatiku untuk merubah profesi ibu sebagai pencari pinang.

"Bu, bagaimana kalau kita menanam singkong di ladang kita," usulku pada ibu.

"Bagus sekali itu Nak, nanti sore kita ambil tampangnya di ladang si Munik, di sana banyak batang singkong yang sudah tua," ucap ibu.

Niat hatiku ingin mengalihkan kebiasaan ibu mengambil barang orang, malah menjadi pembuka peluang bagi ibu untuk mengambil punya orang.

Akhirnya aku menuruti saja perintah ibu, karena itu usul dariku. Aku mulai mengelola ladang baruku. Celakanya, ibu belum mau berganti profesi sebagai pencari pinang.

Ibu terpaksa melakukan hal apa saja untuk bisa mendapatkan uang. Semenjak kepergian sang ayah di keluarga kami, ibu berperan ganda, selain sebagai ibu, ibu juga merangkap sebagai ayah. Aku kadang-kadang membantunya sepulang sekolah.

***

"Kemal? Ngapain di sini?" tanyaku heran ketika melihat Kemal di rumah Pak Bidin.

"Ini rumahku, aku anaknya Pak Bidin. Eh, silakan masuk. ikau berdiri di luar," ajaknya.

Ingin rasanya aku balik ke belakang, lelaki yang ada di hadapanku sekarang ini pernah menghinaku, kata-katanya masih terngiang-ngiang di telingaku.

"Pen, ayo masuk. O ya, kamu masih marah padaku, Pen? Maafkan aku ya, kala itu aku baru belajar berdakwah, jadi aku belum tahu harus memulai dengan apa, lagian waktu itu Kau main emosi saja," ucapnya sambil meraih tanganku.

Aku sebenarnya kurang suka membahas masa lalu, semua yang berlalu biarlah berlalu, karena kehidupanku

133