Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/161

Halaman ini tervalidasi

pergelangan tangan, masih tiga jam lagi sebelum sampai. Oh, Nona Waktu, mengapa kau menari lambat sekali?

***

Anduang. Begitulah aku memanggil nenek dari pihak ibuku itu, satu-satunya nenek yang masih kupunya. Aku suka anduang. Aku menyayangi anduang, sangat. Kurasa aku tak berlebihan bila bilang bahwa anduang adalah tipikal nenek idaman seluruh dunia. Anduang pandai bercerita, rasa-rasanya tak ada dongeng yang tak anduang tahu. Mulai dari dongeng-dongeng seribu satu malam dari tanah arab, kisah-kisah tauladan para rasul, hingga cerita-cerita dongeng tanah eropa yang penuh khayal manis itu. Dan bagiku tak ada yang lebih pandai mendongeng dibandingkan anduang. Dulu waktu kecil, aku dan sepupu-sepupuku suka duduk mengelilingi kursi goyang anduang sementara beliau bercerita. Anduang juga suka sekali membagi cemilan. Tapi tak pernah ada cokelat atau makanan-makanan ringan lain di rumah anduang. Anduang selalu membuatkan kue-kue kecil yang enak untuk cucunya. Kue-kue yang tak semua aku tahu namanya, tapi enak. Paling-paling yang aku tahu cuma kue mangkuk, pinukuik, pinyaram, lapek, onde-onde dan masih banyak lagi kue yang sering dibuat anduang. Sayang kami tak terlalu peduli namanya. Yang penting enak, maka tandaslah kue itu.

Anduang punya tujuh orang cucu dari tiga orang puteri beliau. Karena ibuku yang paling tua, maka akulah cucu tertua anduang sekaligus yang paling dekat dengan anduang. Anduang sering bilang aku cantik, dan aku percaya itu. Setiap mudik ke rumah anduang, aku dan sepupu-sepupuku selalu berebut posisi dekat anduang. Berhubung akulah yang paling tua dan juga paling banyak akal, maka aku selalu mendapat posisi terbaik setiap kami berkumpul dengan anduang. Meski aku tidak tinggal bersama anduang,

149