Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/165

Halaman ini tervalidasi

Aku perlahan tersadar bangun. Anduang sudah di surau ternyata. Buktinya sekarang beliau sedang berdendang tentang akibat meninggalkan salat subuh dengan pengeras suara surau. Berdendang juga merupakan kebiasaan anduang yang sering dilakukannya. Oh ya, pagi ini aku tak menjalani ritual 'percik air' anduang, sebab anduang tahu aku sedang berhalangan salat. Itulah menyenangkannya bersama anduang, beliau memang disiplin terhadap jadwal, terutama jadwal salat. Tapi peraturannya bisa sedikit melonggar di beberapa waktu. Seperti kali ini, anduang membiarkanku tidur lebih lama.

Aku tengok jam, seperempat jam lagi subuh. Aku sudah tak berminat tidur lagi. Aku menuju pancuran, hendak mandi. Begitulah, bersama anduang telah mengajariku banyak hal, salah satunya tidak takut lagi pada dinginnya air di pagi buta. Padahal dulu waktu masih kanak-kanak, sekedar untuk berwuduk saja aku sudah menggigil kedinginan.

Sampai pagi melanglang buana, setelah sedikit berbenah, aku menghabiskan waktu dengan membaca novel di ruang tengah. Pukul tujuh pagi anduang pulang, menyapaku hangat.

"Anduang, akhir minggu ini ada tiga tanggal merah berturut-turut loh!" Aku membuka pembicaraan.

"Terus?" Anduang merespon seraya melipat mukenanya.

"Ada teman Dayana, ternan satu SMP dulu, mau nginap di sini, boleh?”

Anduang menoleh, tersenyum. Aku tahu, itu artinya iya.

***

"Sungguh, Na! Aku suka anduangmu," ucap Giana, setengah tertawa.

Aku mendecak kesal, apanya yang suka? Anduang kali

153