Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/172

Halaman ini tervalidasi

memainkan aku di dalammu. Semalam melesat bagai kilat, kini lambat tersendat-sendat. Aku memandang pilu jenazah anduang dimasukkan ke liang lahat. Sampai bongkahan tanah terakhir pun ditimbunkan, aku masih juga tak sanggup berkata apa-apa.

Bahkan sampai pelayat satu persatu pergi, aku masih termangu di samping makam anduang. Terduduk lemas. Air mata menganak sungai, pandangku buram sesaat, sesaat kemudian sedikit terang. Dan aku sudah tercabut dari tempatku. Entah di mana. Ruang putih saja, tapi ada anduang di sana. Anduang hanya diam, sama sepertiku. Tenggorokanku masih tercekat. Tapi hatiku keras ingin mengatakan sesuatu.

Anduang, ma... maafkan a..ku,” lirihku tersendat.

Aku memandang anduang, berharap. Anduang diam saja, tapi sepersekian detik kemudian, anduang tersenyum. Dan aku sudah tahu jawabannya.

160