Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/174

Halaman ini tervalidasi

Tiba-tiba Mak Tiun berkelebat, hampir saja piring ketan yang di hadapannya terjatuh gara-gara menarik sarung yang dililitkannya ke leher.

Adalah sebuah warung kecil di sebuah kampung, yang terletak di ujung jalan. Setiap pagi dan malam hari ramai dikunjungi bapak-bapak dan nak-anak muda dengan tujuan untuk menikmati ketan goreng dan secangkir kopi, tak ketinggalan MakTiun dan Tuan Sati selalu hadir di warung itu. Di warung Bu Sani inilah tempat berceloteh bagi mereka yang minum di warung. Tak jauh dari warung Bu Sani kelihatan kandang sapi Agus. Agus adalah seorang anak laki-laki yang kesehariannya sibuk mengurus sapi-sapinya, walaupun tiap paginya Agus harus bersekolah karena Agus masih duduk di kelas tiga SMA.

“Bintiak, kalau kamu nanti menang kandangmu akan aku perbaiki. Atapnya kuganti dengan seng sehingga kamu tidak ketirisan lagi waktu hujan, lantainya kukasih alas yang bagus biar tidak basah dan becek kena kotoranmu.” Agus menggosok-gosok kepala si bintiak dengan sisir yang biasa dipakai ketika memandikan bintiak.

“Gus...” tiba-tiba Agus dikejutkan oleh teriakan Rahmat.

“Ooo kamu Mat, dari mana saja?”

“Dari rumah, akukan mau membantu kamu buat memandikan si bintiak.”

Rahmatpun mendekati si Bintiak yang sedang dimandikan Agus.

“Bagaimana Gus, jadi kamu tanyakan sama bapakmu tentang rencana kita kemarin?”

“Sudah kutanyakan, ibu dan bapakku setuju kalau si Bintiak ikut berpacu, asalkan kamu yang jadi jokinya Mat.”

“Apa benar?” Air mata Rahmat berlinang-linang ingin mengharapkan pacuan tersebut cepat datang.

“Tapi Mat, bagaimana dengan sekolah kita?” Tanya Agus.

162