Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/175

Halaman ini tervalidasi

“Kitakan libur, habis ujian!” Rahmat menepuk pundak Agus.

“Ohiya ya...”

Pagi-pagi benar Rahmat sudah bangun. Hari itu adalah hari Sabtu.

“Mau kemana Mat? Tak biasanya kamu bangun sepagi ini, apalagi kamu sekarang libur pula?” Tanya ibu sambil mengambil sapu untuk membersihkan rumah.

“Aku mau pergi ke rumah Agus Bu, mau membantu Agus membersihkan kandang sapinya, membantu membuat makan sapinya. Kan aku mau ikut pacu sapi di kampung kita Bu.”

“Kamu jadi ikut pacu sapi ya Mat?”

“Iya Bu.” Rahmatpun keluar rumah sambil berteriak.

“Doakan menang ya Bu.”

“Ya, semoga kalian menang.”

Lalu Rahmat berlari menuju rumah Agus sambil berteriak.

“Ya...semoga aku menang.”

“Bintiak... Bintiak... Bintiak!”

Teriakan penonton sambil mengelu-elukan nama si Bintiak ketika berlangsungnya pacu sapi di sawah besar.

“Heik... heik... heik.”

“Ayo bang, pegang kuat-kuat talinya.” Akupun berteriak dari tribun yang terbuat dari bambu.

Setelah sampai garis finis, aku lihat abangku melambaikan tangan kanannya memberi tahu pada penonton bahwasi Bintiak yang lebih dahulu sampai di garis finis, sedangkan tangan kirinya masih memegang tali si Bintiak. Aku melihat joki-joki yang lain banyak yang jatuh sehingga sapinya terlepas dan sampai ke garis finis tanpa joki.

Sesampai di lokasi peristirahatan sapi-sapi pacuan, Bang Agus menyambut si Sintiak dengan girang.

“Kamu memang hebat Mat.” Agus menyalami Rahmat.

163