Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/186

Halaman ini tervalidasi

digunakan dalam pakaian adat wanita Minangkabau, biasanya diletakkan di atas kepala.

Tak habis cerita kami pagi itu. Kutatap sahabatku satu persatu. Lia akan pindah ke Palembang, Hadi pindah ke Kota Jambi, dan Alif tetap di sini. Daerah ini memang bukan pusat kota. Jarak dari rumah ke kota menghabiskan waktu sekitar tiga jam, namun efek kota tidak sedikit berpengaruh pada masyarakat di sini, dimana gaya hidup anak kota sudah banyak ditemukan. Sebut saja Desa Tebing Tinggi. Di desa inilah kuhabiskan masa kecilku hingga saat ini.

Mendekati pukul 10 ayah menyuruh kami segera naik ke mobil. Kupandangi rumah yang tidak begitu luas ini dengan tatapan penuh iba. Sekian lama ku menjalani aktivitasku di bangunan yang memiliki halaman yang sejuk. Ingin rasanya menangisi kepergianku, seakan hendak membatalkan kepindahanku, namun kutepis bayangan itu, dan segera menyusul yang lain di atas mobil.

Ayah mengendarai mobil dengan kecepatan sedang. ibu duduk dengan tenang di samping ayah. Mereka terlihat begitu serasi dengan pakaian yang kebetulan berwarna dasar coklat. Aku yakin mereka tidak pernah berjanji memakai pakaian yang serupa, kecuali jika mereka akan menghadiri acara perhelatan atau acara formal semacamnya. Di mataku mereka adalah pasangan sejoli yang selalu bahagia, harmonis dalam menjalani kehidupan berdua, satu hati melewati waktu bersama. Menurutku mereka lebih dari sekedar Romeo dan Juliet yang sering kudengar atau yang kubaca di beberapa novel dan buku cerita.

„“Hei. Aku ada makanan, lho! Ada yang mau?" Lia mengeluarkan sebungkus makanan dari tas mungil yang disandangnya.“

Seketika Hadi, Alif, dan aku berebut mendapatkannya. Seolah-olah makanan itu adalah harta karun yang baru saja ditemukan dari sebuah tempat yang tidak pernah terprediksi

174