Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/190

Halaman ini tervalidasi

Assalamualaikum.“

Kuberjalan menjauhi mereka, orang-orang yang ku sayang. Langkah ini terasa berat. Dan sekali lagi kulempar pandangan kepada mereka yang memperhatikanku. Kulambaikan tangan dan segera naik ke atas bus.

Semua penumpang sudah duduk di tempatnya, ku andarkan diriku pada sebuah bangku yang berada pada barisan keempat dari depan. Seorang wanita paruh baya duduk di sebelahku.

„Mau ke Bukittinggi, nak? Sendirian saja?“ lya menyapaku ramah.

„Iya, bu. Ibu sendirian juga?“

„Tidak. Ibu sama bapak. Dia di belakang.“

Aku mengangguk tanda mengerti. Kurasakan bus yang kutumpangi mulai bergerak meninggalkan loket. Kulihat keluar jendela mencoba mencari sosok yang kukenal. Namun tak kudapati lagi mereka di sana. Kukira tadi adalah tatapan terakhir sebelum aku kembali ke sini. Tapi entah kapan.

Bangunan tinggi di tepi jalan Kota Jambi, tak setinggi yang kubayangkan. Terang saja, posisiku sekitar tiga meter dari tanah. Aku tak tahu pasti tinggi dari kendaraan yang memiliki kapasitas 45 penumpang ini. Juga bukan urusanku untuk mengukurnya, ya kan? Saat ini aku cuma "numpang" duduk dan "diantar" ke tempat tujuanku.

Kulihat benda-benda di luar sana tak lagi bergerak. Ternyata bus ini berhenti. Setelah kuperhatikan, antrian kendaraan cukup panjang. Terkadang Kota Jambi pun tak kalah padat dengan kota-kota yang lebih besar di Indonesia.

Seseorang dengan gitar ditangannya masuk melalui pintu depan. Dia memberi kata pembuka seperti mukadimah pidato yang intinya mengucapkan semoga perjalanan aman dan lainnya. Hingga ia menyanyikan lagu yang belum pernah kudengar sebelumnya. Mungkin ini lagu ciptaannya, pikirku. Tak sungkan dia melantunkan dua

178