Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/192

Halaman ini tervalidasi

dan pria yang kuyakini orangtua mereka segera melerai bocah-bocah itu sehingga keadaan kembali tenang.

Pikiranku malah tertuju pada sosok Kak Rusdy. Saat kami masih bocah pun sering terjadi perkelahian karena hal sepele. Aku sering menangis sehingga aku dibilang anak yang cengeng. Sebenarnya bukan cengeng. Tapi karena pada dasarnya jiwa perempuan itu lemah, sehingga mudah menangis kalau hatinya tersakiti. Ketika Kak Rusdy memutuskan untuk pindah saat masuk SMP di Kota Jambi, aku sering menangis tiga hari pertama keberangkatannya. Siapa menyangka, aku akan jarang bertemu kakakku satu-satunya saat aku masih duduk di bangku SD.

Hari semakin sore dan tak ada sinyal di ponselku. Yang kulihat hanyalah hutan di sepanjang jalan yang kulalui. Kubuka novel pemberian Lia yang mengisahkan tentang cinta dan persahabatan, membuatku melupakan waktu sore itu hingga magrib pun datang. Bus berhenti untuk salat magrib di sebuah masjid, dan melanjutkan perjalanan di malam yang mulai gelap.

Cahaya lampu menghiasi jalanan sementara lampu di atas bus dimatikan. Kukirim pesan pada ibu dan sahabat-sahabatku bahwa aku baik-baik saja saat ini. Aku hanya melihat pada tetesan air hujan yang mulai turun mengenai jendela. Keadaan semakin dingin. Kumatikan AC di depanku dan mernakai jaket biru langit kesayanganku.

Terdengar suara alunan musik Minang di atas bus. Beberapa lagu di antaranya sering diputar ayah dan ibu, sehingga sudah tak asing bagi telingaku. Namun mendengar lagu itu, menimbulkan kerinduan terhadap ibu dan ayah.

Tangisan seorang bayi memecah kesunyian di atas bus. Suaranya begitu memilukan, hingga membuat si ibu panik. Sang ibu memberikan susu dan mencoba menenangkan bayinya, Iba rasanya dengan si bayi, karena harus letih dalam perjalanan, hingga mungkin dia masuk angin.

Kugoyangkan kakiku untuk menghilangkan rasa sakit

180