Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/42

Halaman ini tervalidasi

kemudian, suasana kembali tenang dan serius. Ibu Randhi menyediakan minum bagi semua. Pak Yudha pun tak ketinggalan.

“Jadi, saya rasa inti masalah yang kita hadapi sudah kita ketahui bersama. Sekarang bagaimana solusinya? Itulah yang harus kita pikirkan bersama. Apakah Bapak Ibu ada saran?”

“Bagaimana dengan surat perjanjian? Kita paksa mereka untuk menandatanganinya,” saran seorang bapak.

“Hal ini pernah kita bicarakan. Terakhir kali kita laksanakan, suratnya dibakar oleh mereka. Cara ini memang cara paling aman, tanpa kekerasan. Tetapi sungguh sulit untuk memaksa mereka.”

“Tak bisakah kita mengusir mereka langsung?” Tanya seorang ibu

“Sayang sekali, tidak bisa, Bu. Kita sama sekali tidak bisa melawan pengacara yang mereka sewa, dan memang benar mereka memiliki hak untuk menetap di sana.”

“Jadi, menurut Ibu dan Bapak, surat perjanjian adalah jalan teraman?" Tanya Randhi.

“Ya. Sejauh ini, itulah jalan keluar yang terbaik,” jawab ayah.

“Kalau begitu, saya ada cara untuk memaksanya,” jawab Randhi. Matanya memancarkan semangat yang membara.

“Oh ya? Bagaimana?” Tanya ayahnya bersemangat.

“Dengan kamera. Kita adakan sebuah pameran foto tentang tanah tandus yang ada di desa kita. Dalam pameran itu, kita undang pers dari berbagai surat kabar. Isi suratnya tentang persetujuan pihak lawan untuk mernbantu reboisasi tanah yang mereka tebang. Kalau tidak satah, perusahaan mereka cukup besar untuk memiliki harga diri yang tinggi. Kita manfaatkan hal itu untuk memaksa mereka,”

Semua orang yang mendengar hal itu agak ragu tentang keberhasilannya. Akhirnya, Pak Yudha membuka

30