Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/62

Halaman ini tervalidasi

kedatangan marapulai, pengantin laki-laki. Selesai magrib, tamu, para undangan, sanak famili, handai tolan sudah mulai berdatangan. Bagiku ada satu hal yang tidak luput dari perhatianku yaitu persiapan untuk menjemput marapulai. Dari awal telah dipersiapkan kampia siriah, tempat sirih, yang diisi lengkap mulai dari sirih, kapur sadah, pinang, gambir, dan tembakau. Kampia siriah yang sudah diisi dengan kelengkapan sirih, dililit dengan kain kuning yang lebarnya kurang lebih empat jari orang dewasa. Namun ada yang paling menarik bagiku, yaitu mamaku sibuk sekali memasukkan tembakau ke dalam sebuah tempat yang disebut salapah. Bentuknya bulat seukuran bola pimpong, diisi dengan tembakau sepadat mungkin. Melihat hal itu ada sebuah pertanyaan yang timbul di benakku, dan aku langsung bertanya pada mama.

"Ma..., kenapa salapahnya harus diisi padat?" Tanyaku.

"Nana..., ini merupakan tanda keperawanan seorang anak daro, pengantin perempuan, yang nantinya akan menikah dengan mempelai laki-laki. Salapah yang sudah diisi dengan padat disimpan di bawah bantal kamar pengantin perempuan yang nantinya akan dicari oleh marapulai. Jika salapah nya tidak lagi padat berarti anak daro nya tidak lagi perawan."

Aku terperangah mendengar jawaban mama, ternyata walaupun salapah itu berukuran kecil, tapi maknanya besar. Bukan itu saja, ada lagi syaratnya yaitu, sebuah bungkusan yang terdiri dari sebuah keris kecil, kampia siriah, cincin tiga jenis, emas, perak, imitasi beserta dengan uang jemputan senilai dengan perjanjian yang sudah disepakati. Nilai uang jemputan tergantung pada kesepakatan yang telah diambil oleh kedua belah pihak.

Sambil menunggu kedatangan marapulai kami sengaja mengundang orang-orang yang bisa bermain alat musik rabab. Orang-orang yang bisa memainkan alat musik rabab disuruh memperlihatkan kepiawaiannya dalam memainkan rabab, agar tamu-tamu yang hadir merasa terhibur. Tentu

50