Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/65

Halaman ini tervalidasi

Hingga malam hari rumahku terus ramai oleh para tamu undangan yang masih terus berdatangan. Tengah malam telah datang, rumahku sudah mulai sunyi. Ini tanda nya sudah saatnya untuk tidur. Seharian ini sungguh melelahkan, namun aku juga memiliki sejuta pengalaman yang sungguh berarti.

Besok harinya, setelah pesta perkawinan selesai. Anak daro pergi ke rumah marapulai, acara ini disebut dengan manjalang. Saat manjalang ini anak daro diiringi oleh pasumandan. Dan sebagai buah tangan pihak anak daro, membawa lumbung yang digotong oleh empat orang laki-laki yang telah dihias dan berisi juadah.

Sejenak aku teringat saat ibu membawaku ke Balai Baru, Sungai Sariak untuk memesan juadah. Aku sendiri tidak tahu bagaimana bentuk juadah itu, jangankan bentuknya mendengarkan kata juadah saja baru kali ini. Karena penasaran, dalam perjalanan menuju Balai Baru, Sungai Sariak aku bertanya kepada mamaku.

"Ma..., juadah itu apa sih?" Tanyaku pada mama.

"Nana..., juadah itu merupakan makanan ciri khas Minangkabau yang sengaja dibuat oleh pihak anak daro dan dibawa saat manjalang, bentuknya bulat, bahannya dari beras pulut dan cara pembuatannya adalah digoreng," jelas mama.

"Juadah itu terbuat dari apa Ma?"

"Juadah itu terbuat dari beras pulut, gula, air, vanile, dan santan."

"Oh..., bagaimana cara pembuatannya Ma?"

"Beras pulut yang telah menjadi tepung dicampur dengan gula, air, santan, vanile sehingga menjadi sebuah adonan dan siap untuk digoreng. Adonannya itu seperti kue sapik. Nana tahu kan?"

"Iya tahu ma. O... ya, bagaimana cara penggorengannya Ma?"

"Adonan tadi diletakkan pada tempurung yang sudah dilubangi. Lubangnya harus berjumlah ganjil sekitar tiga dan

53