Halaman:Antologi Cerpen Remaja Sumatera Barat Perahu Tulis.pdf/88

Halaman ini tervalidasi

Saat itu terjadi, anginlah yang jadi saksi. la berdesir bersama ribuan mimpi yang tak lagi dapat tempat, terbuang, dan terlupakan.

Aku Mimpi...

Dan kini di sinilah aku. Mengalun bersama angin dan mimpi-mimpi lain yang terlupakan. Kami berdesir, mengarungi lautan harapan untuk kembali mendapatkan tempat di hati para pemilik mimpi. Tapi seperti semua makhluk yang tercipta di dunia, kami tak bisa selamanya ada. Ada batas, dan waktu kami tidaklah lama. Saat pemilik mimpi tetap tak menginginkan kami, saat itulah semua yang tersisa dari kami akan sirna selamanya. Tapi sebelum itu terjadi, setiap hari kami tak lelah berikhtiar, mencoba melawan garisan bahwa kami telah dilupakan.

    Kami hanyalah mimpi-mimpi
    Yang punya impian,
    Untuk kembali diimpikan...

27 Juli 2011, 18.02...

Aku diam saja, mengikuti irama angin yang menopangku. Aku lelah dalam diam, dan aku diam dalam lelah. Lelah untuk waktu-waktu panjangku bersama sang bayu, sedang mim-mimpi lain bersuka cita di atas tahta-tahta yang bercahaya. Tapi setidaknya sang bayu begitu baik padaku. Aku nyaris menyerah, jika ia tidak menyemangatiku dan membawaku kembali kemari. Rumah pemilikku, atau yang lebih tepat rumah mantan pemilikku.

Aku tertegun, sudah cukup lama aku menyerah dan tak datang lagi kesini. Sejujurnya aku gentar, aku sudah pasrah. Tapi kalimat angin padaku sedikitnya mampu membuatku maju lagi meski untuk waktu tersisa yang singkat. "Kau tak boleh menyerah pada takdir, Mimpi. Kau adalah mimpi! Tak

76