Njonja Koesoema tidak sigera mendjawab. Ia diam sebentar, kemoedian ambil poetoesan meneroeskan pembitjara'annja.
„Ja, sebetoelnja ada, dan tidak koerang pentingnja poela”.
Dr. Pardi kelihatan sangat memperhatikan pada perkata'an iboenja jang akan dioetjapkan.
„Pardi. Sebenarnja iboe ingin mengetahoei tentang diri kau”.
„So'al apa iboe ?”
„Sekarang kau soedah mempoenjai kedoedoekan didalam masjarakat, gadjih tjoekoep. Apakah kau beloem mempoenjai ingatan boeat memikirkan so'al berroemah tangga ?”
„Iboe, tentang itoe saja beloem mempoenjai ingatan”.
„Saja pertjaja, waktoe di Borneo tentoe sadja tidak ada itoe ingatan, tetapi setelah dipindahkan di Betawi, tentoelah tidak akan lama lagi iboe”, kata Nji R. Partiah tjampoer bitjara.
„Kau kira di tanah Dajak tidak ada poeteri jang tjantik? Padahal banjak, dan lagi poela tidak kalah dengan poeteri disini”, djawab dokter Pardi kepada adiknja, menoedjoe pada iboenja ia berkata poela : „Boeat saja iboe, disebelah so'al tjinta, dalam perkawinan adalah so'al economie mendjadi dasar poela. Orang beristeri selain mempoenjai tanggoengan hidoep isterinja, kelak tentoelah haroes memikirkan anak- anaknja”.
„Iboe bertanja tentang itoe hal, adalah bersangkoetan djoega dengan Partiah. Beberapa perminta'an telah disampaikan kepada kau poenja ajah, tetapi tentoe-
10