nja, tidak ketinggalan poela bibi Ikah dengan pembantoenja, Tati. Waktoe ini anak perempoean menoléh ke djalan besar ia melihat Amir dengan betjanja merk „Ramona”.
Sebentar ia djadi girang, tetapi kegirangan itoe sigera terganti dengan kemasgoelan hati karena jang naik di dalam betja kelihatan sangat menaroeh perhatian kepada Amir. Djalanan sedang ramai diwaktoe pagi begitoe, boeat Amir tidak sempat lagi menoléh kanan atau kiri.
„Bi, siapa itoe jang naik di betjanja Amir ?”, tanja Tati kepada bibinja jang tidak dapat menjemboenjikan tjemboeroenja.
„O, itoe toekang njanji. Ia poenja soeara tidak seberapa. Tjoema lèrèkan matanja ada sangat berbahaja. Banjak orang laki² tergila-gila kepadanja”.
„Koerang adjar ...... !”, kata Tati dan banting tjoetjian jang ia sedang pengangi dari tangannja. Dengan arah matanja ia ikoeti djalannja betja Amir jang kemoedian membélok masoek djalanan Gang Kebon Djeroek, dan hilang dari pemandangan.
Poetoes harapan Miss Omi laloe menjoeroeh Amir memberhentikan dan toeroen dari betjanja. Ia agak marah, tetapi Amir sama-sekali tidak perdoeli. Ia teroes tjari moeatan dan tidak djaoeh dari itoe tempat kebetoelan ada orang memanggil betja.
„Kau tahoe gang Teroeboek ?”
„Tahoe toean”, djawab Amir jang memang kebetoelan soedah tahoe itoe gang.
„Bawa ini doea karoeng kesana. Saja akan goenakan
43