„Iboe ......, ajah ......, mas dokter datang !”
Ajah dan boenda melihat ke djoeroesan dari mana kendara'an datang, sedang Nji R. Partiah lari-lari keloear.
Auto berhenti di depan pintoe. Seorang dokter moeda toeroen, disamboet oléh gadis adiknja.
„Welkom in Tjigading !”
„Dank je Par. Papa, iboe, thuis ?”
„Semoeanja menoenggoe. Marilah !”
Doea saudara berdjalan seolah-olah gandengan. Dr. Pardi oemoernja lebih toea satoe tahoen dari adiknja. Sesoedah sama-sama déwasa orang soesah dapat membedakan mana jang lebih toea dan mana jang lebih moeda.
Pada ajahnja Dr. Pardi memberi hormat dengan menjembah sembari berdiri dengan membongkokkan dirinja, begitoepoen pada iboenja.
Njonja Koesoemapradja dengan berlinang air-mata merangkoel poeteranja, ingat waktoe Dr. Pardi masih ketjil, masih beloem sekolah dan setiap hari dalam asochan boedjang perempoean Atjih, dibawah penilikannja.
„Pardi, kenapa dalam kau poenja soerat kau melarang kita djempoet di Tandjong Priok ?”
„Karena pada ini waktoe datangnja kapal tidak tentoe, iboe! Selain dari itoe orang jang menghantar dan mendjempoet tidak diidzinkan masoek di pelaboehan”.
„Apakah kau soedah menghadap di departement ?”, tanja toean Koesoemapradja pada poeteranja.
„Soedah ajah, oentoek mintak keterangan tentang
4