Halaman:Aspek-aspek arkeologi Indonesia No. 7.pdf/19

Halaman ini tervalidasi

”utusan-utusan pembawa upeti” yang dikirim kepada Kaisar oleh raja-raja barbar yang dianggap ”vasalnya”, atau sedikitnya kepada mereka yang disebut ”vasal”, ”demikianlah Hall.

Dr Wolters berpendapat bahwa Sriwijaya penting kedudukannya karena peranannya sebagai bandar perantara (entrepot) yang diperlukan oleh para pedagang yang berniaga ke Cina atau dari Cina.

Kemudian Hall menulis: ”(mengutip Wolters): ”Semua ini berobah selama Masa Sung Selatan (1127-1278). Ketergantungan mereka dari perdagangan laut menyebabkan pembukaan perdagangan dengan Nanyang dengan pemakaian kapal-kapal Cina dan kapal-kapal Cina itu mulai berdagang tanpa perantara lagi dengan bandar-bandar di Asia Tenggara. Misalnya ChauJu- Kua memberitakan pada tahun 1225, bahwa pedagang-pedagang Cina mengunjungi Jawa, sedangkan sebuah berita lain mengatakan bahwa mereka mengunjungi Teluk Siam. Ada beberapa negara lain yang mengikuti jejaknya dan kita dengar tentang beberapa pedagang dari Tamil dan Kairo yang berlayar ke Sumatra Utara secara langsung untuk mencari kapur barus”.

Kesimpulan apakah yang dapat kita ambil? Bahwa sebelum abad ke 12 perdagangan di Indonesia dan ke Cina kebanyakan ada di tangan para pedagang dan pelaut Indonesia sendiri. Hal ini dapat menjawab pertanyaan mengapa pecahan-pecahan keramik purba tidak ada pada situs-situs kuno (seperti di Palembang dan Riau). Karena orang Indonesia pasti memakai alat-alat tembikar buatan sendiri dan bila tiada tanah lihat (seperti di kepulauan Polinesia), penduduk memakai daun-daunan, kayu, bambu dan labu atau kerang laut38)

Adanya pecahan-pecahan keramik Cina yang purba belum berarti sudah ada permukiman Cina. Boechari39) pernah menunjukkan bahwa di Jawa terdapat pedagang-pedagang asing yang ikut serta dalam perdagangan internasional karena mereka disebut di dalam sebuah prasasti: ”Orang-orang Cham, Khmer, Thai, Burma, Srilanka dan orang-orang yang berasal dari berbagai daerah di India (yang disebut ”warga kilalan ”penduduk asing”). Kita dapat melihat bahwa di antara mereka belum ada orang Cina.

Airlangga yang menitah di Jawa Timur antara tahun 1019—1049 mempertahankan suatu politik keseimbangan kekuasaan dengan Sriwijaya. Di dalam suasana ini ia dapat mengembangkan perdagangan di laut. Orang-orang asing yang disebutkan di dalam prasastinya40) ialah : Kling, Aryya, Simhala, Pandikiria, Dravida, Campa, Remen, Kmir (dan pada tempat lain : Karnataka). Di sini pun tiada orang Cina. Rupa-rupanya pada waktu itu belum ada orang Cina yang sudah menetap, meskipun sudah ada beberapa pedagang Cina. Krom malah mengira bahwa perdagangan sudah dipegang oleh orang-orang Cina (Krom 1931 : 226). Tetapi bila ditemukan banyak sekali pecahan

15