“Mungkin itu cuma pikiran kelam tentang masa lalumu. tidak mungkin seorang ayah tidak menyayangi anak dan istrinya, kan?”
Doni tidak menjawab, tapi aku tahu dia tidak setuju dengan pendapatku. Setidaknya, hal itu tidak berlaku untuk keluarganya.
Sejak saat itu aku sering mengunjungi Doni, entah kenapa aku merasa tertarik untuk menyingkap rahasia hidupnya.
Hari ini ada tawaran menarik untuk Doni. Seorang pengusaha sukses sekaligus pengamat seni asal Jepang tertarik dengan lukisannya. Tuan Tanaka, pengusaha tersebut sangat tersentuh dengan lukisan Doni yang bertema “Kasih Sayang”. Ketika berkunjung ke galeriku, ia memintaku untuk mengenalkannya pada Doni.
“Akan ada bea siswa dari The Japan Foundation untuk misi budaya seperti ini,” jawabnya ketika kutanya.
“Wah, ini sebuah kejutan. Aku yakin, Doni pasti senang, apalagi untuk belajar ke Jepang, seperti yang dikatakan Tuan Tanaka.
Sore ini aku bermaksud menemui Doni di panti untuk menyampaikan berita gembira tersebut.
“Jaga rumah baik-baik, ya, Bik,” pesanku pada Bik Siti
“Saya mau ke tempat Doni, mungkin malam baru kembali.”
“Baik, Tuan,” Bik Siti tidak membantah.
“Saya pergi, Bik,” kustarter honda astreaku dan melaju dijalan beraspal. Tak sengaja dari balik kaca spion, kutangkap raut muka Bik Siti yang lain dari biasanya. Ekspresi apa itu? Cemas? Atau takut? Aku jadi ingin berbalik dan bertanya pada Bik Siti. Tapi, pikiran lain membatalkan niatku.
“Ah, bisa kutanyakan nanti malam atau besok,” begitu pikirku.
Kembali kupusatkan perhatian pada keramaian lalu lintas.
“Hm, Jakarta semakin ganas,” gumamku ketika kusadar betapa banyaknya para pengemudi yang mengemudika? kendaraan dengan seenaknya.
96